Pentingnya Pelindungan KI Untuk Komersialisasi Produk

Jakarta - Pelindungan kekayaan intelektual (KI) menjadi hal yang sangat penting bagi komersialisasi suatu produk karena dapat memberikan jaminan orisinalitas dan juga sebagai standar kualitas. Hal ini terbukti dari beberapa kisah sukses perjalanan berbagai produk yang bahkan berhasil menembus pasar internasional.

Salah satunya adalah produk indikasi geografis (IG) Kakao Berau yang sudah masuk di pasar nasional, di antaranya Mason Chocolate Bali, Primo Bali, dan Cokelat Monggo Jogja. Sedangkan di pasar internasional, produk ini digunakan untuk merek Guido Gabino Italia, Metiisto Australia, dan Cocoa Elora Inggris.

"Mengapa IG bisa mengangkat nilai suatu produk? Karena untuk mendapatkan IG harus melampirkan dokumen yang memuat informasi, termasuk reputasi, kualitas, dan karakteristik produk," ujar Dewan Kakao Indonesia Soetanto Abdoellah.

Pentingnya pelindungan KI juga dirasakan oleh pelaku usaha dengan merek Buttonscarves. Menurutnya, salah satu syarat utama dalam melakukan ekspansi usaha ke lingkup internasional adalah memiliki sertifikat merek.

"Kami banyak melakukan kolaborasi dengan merek-merek besar, seperti Disney, Emily in Paris, Chupa Chups, dan Garuda. Saat akan melakukan kerja sama, syarat pertama yang mereka ajukan adalah sertifikat merek dari Buttonscarves," jelas Komisioner PT Alia Kreasi Mandiri Internasional (Buttonscarves) Agus Trianto.

"Tidak hanya merek, kami juga sudah mencatatkan hak cipta dan mendaftarkan desain industri dari produk-produk kami, seperti sepatu, tas, dan desain motif kerudung," tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Balai Pengelolaan Kekayaan Intelektual Dinas Perindustrian dan Perdagangan DI Yogyakarta Doni Dwi Yoga Handoko menceritakan mengenai layanan co-branding (Jogjamark) yang diberikan oleh Pemerintah DI Yogyakarta.

Doni menjelaskan, co-branding adalah tanda dan/atau ciri produk yang ditampilkan secara berdampingan dengan tanda-tanda lain yang dimiliki oleh suatu produk, dan/atau pengetahuan tradisional dan/atau ekspresi budaya tradisional di DI Yogyakarta.

Tanda ini bisa digunakan oleh produk daerah sebagai tanda produk daerah yang bertujuan membangun reputasi daerah serta merupakan pengakuan produk daerah, dan pengetahuan tradisional atau ekspresi budaya khas daerah.

Pemohon layanan ini didominasi oleh pendaftar co-branding merek kolektif Jogjamark, yaitu untuk Jogjamark sejumlah 1.115 pemohon, 100% Jogja sebanyak 12 pemohon, dan Jojgatradition sebanyak 2 pemohon.

“Dalam implementasinya, co-branding diharapkan dapat membantu meningkatkan citra dan membangun kepercayaan konsumen terhadap produk lokal DI Yogyakarta,” tutupnya. (syl/dit)

 



TAGS

#Merek

LIPUTAN TERKAIT

Perundingan ICA CEPA Masuki Putaran ke-8

Delegasi Indonesia yang diwakili Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) aktif mengikuti putaran ke-8 Perundingan Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA CEPA) di Ottawa, Kanada pada 24 s.d. 28 Juni 2024.

Jumat, 28 Juni 2024

DJKI dan MyIPO Bahas Pendaftaran Merek dan Indikasi Geografis

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menerima kunjungan dari Intellectual Property Corporation of Malaysia (MyIPO) di Kantor DJKI, Jakarta, pada hari Jumat, 28 Juni 2024.

Jumat, 28 Juni 2024

Kendala Drafting Paten di Lingkungan Kampus NTB

Ishak, Operator Sentra Kekayaan Intelektual Universitas Negeri Mataram, menceritakan banyaknya potensi penemuan yang bisa dipatenkan di lingkungan kampusnya. Kendati demikian, tidak semua inventor mampu membuat drafting paten yang baik sehingga penemuannya bisa dipatenkan.

Jumat, 28 Juni 2024

Selengkapnya