Jakarta – Di tengah era disrupsi digital, musisi diingatkan untuk memahami hak dan kewajiban mereka secara seimbang, terutama dalam menghadapi tantangan di era digital. Hal tersebut disampaikan Marcell Siahaan selaku Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dalam rangkaian IP Talks Edukasi Kekayaan Intelektual (KI) seri lima pada Senin, 21 Oktober 2024.
Marcell Siahaan menekankan bahwa musisi harus memahami hukum, baik nasional maupun internasional, serta menyeimbangkan antara hak moral dan ekonomi dalam menciptakan dan mempublikasikan karya.
Marcel menjelaskan Undang-Undang Hak Cipta Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 8, 9 ayat (1) menjadi dasar perlindungan hak moral dan ekonomi musisi. Hak moral meliputi pencantuman nama, penggunaan alias, perubahan judul, hingga perlindungan terhadap distorsi dan modifikasi karya.
“Sementara itu, hak eksklusif diberikan kepada pencipta dan pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi, termasuk penerbitan, penggandaan, dan distribusi karya,” lanjutnya.
Selain itu, IP Talks juga menyoroti tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan royalti di Indonesia. Ketidakselarasan antar Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan sulitnya pengumpulan data penggunaan lagu menjadi hambatan dalam distribusi royalti yang adil dan transparan.
“Untuk mengatasi masalah ini, penguatan regulasi dan infrastruktur digital yang komprehensif diperlukan, serta sosialisasi pentingnya pencatatan karya sebagai aset yang dilindungi,” sambungnya.
Royalti bagi musisi diatur melalui dua hak utama yaitu hak mekanikal dan hak pertunjukan publik. Royalti hak mekanikal biasanya diperoleh melalui kesepakatan kontraktual dengan penerbit musik, label rekaman, atau distributor digital. Sementara itu, royalti hak pertunjukan publik dikelola melalui LMK yang sah dan memiliki izin operasional dari pemerintah.
Solusi konkret yang diajukan termasuk memperbarui regulasi agar sesuai dengan perkembangan teknologi, serta membangun infrastruktur digital untuk memantau penggunaan karya secara menyeluruh.
“Edukasi berkelanjutan bagi musisi juga diperlukan untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya perlindungan karya mereka,” tutup marcel.
DJKI menyediakan informasi langkah-langkah penting bagi pencipta karya untuk melindungi hak cipta. Pertama, pencipta harus memastikan karya yang ingin didaftarkan sudah lengkap dan dapat dibuktikan sebagai ciptaan asli. Selanjutnya, pecipta perlu mengisi formulir pendaftaran yang tersedia di situs resmi https://e-hakcipta.dgip.go.id/ DJKI. (drs/kad)
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menggelar audiensi dengan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) pada Senin, 25 Maret 2025 di Gedung DJKI, Lantai 10. Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu dan diikuti oleh Direktur Jenderal AHU Widodo, dan para pimpinan tinggi pratama di lingkungan DJKI dan Ditjen AHU
Senin, 24 Maret 2025
Sekretaris Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Sesditjen KI) Andrieansjah menghadiri Seminar Kekayaan Intelektual yang diinisiasi Universitas Pelita Harapan pada 21 Maret 2025. Mengusung tema "Tanggung Jawab Notaris dalam Pembuatan Akta Kekayaan Intelektual: Tantangan dan Perkembangan Regulasi di Indonesia di Era Teknologi dan Digitalisasi Kekayaan Intelektual", Andrieansjah memberikan pemaparan materi tentang pelindungan dan kepastian hukum terhadap KI.
Jumat, 21 Maret 2025
Sebanyak 1.160 ASN dari empat kementerian, yaitu Kementerian Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Kementerian Hukum, Kementerian HAM, serta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, mengikuti program Mudik Bersama dengan tema "Mudik Aman Sampai Tujuan" pada Jumat, 21 Maret 2025.
Jumat, 21 Maret 2025