Payakumbuh - Sumatera Barat dikenal luas sebagai daerah dengan kekayaan budaya yang kental, terutama dalam bidang kuliner. Salah satu warisan yang paling menonjol adalah rendang, makanan tradisional Minangkabau yang tidak hanya menjadi ikon kuliner Indonesia, tetapi juga telah diakui dunia.
Di antara berbagai daerah penghasil rendang di Sumatera Barat, Kota Payakumbuh memiliki posisi strategis sebagai salah satu sentra produksi rendang terbesar. Payakumbuh juga dikenal sebagai pelopor inovasi dalam pengemasan dan distribusi rendang siap saji yang kini merambah pasar nasional dan ekspor. Tak heran jika kota ini disebut sebagai “City of Rendang”.
Namun, semakin populer namanya, rendang Payakumbuh juga membawa tantangan, banyak pihak di luar daerah yang memanfaatkan nama dan citra ‘Rendang Payakumbuh’ tanpa izin atau tanpa memenuhi standar keaslian dan mutu. Di sinilah pelindungan kekayaan intelektual (KI) melalui merek kolektif menjadi penting.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum mendorong Pemerintah Kota Payakumbuh untuk segera mendaftarkan merek kolektif bagi produk unggulan kuliner mereka. Hal ini disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu, dalam audiensi bersama pemerintah kota Payakumbuh di rumah dinas Wali kota Payakumbuh pada Selasa, 30 April 2025.
“Kita ingin rendang Payakumbuh yang terkenal ini memang asli dari Payakumbuh. Hal ini membutuhkan legalitas, apabila tidak ada, semua orang bisa menggunakan merek rendang payakumbuh dan bapak ibu tidak dapat protes. Kami usulkan pendaftaran dilakukan oleh pemerintah daerahnya sendiri,” tutur Razilu.
Razilu menegaskan penggunaan merek kolektif ini merupakan salah satu bentuk pelindungan terhadap identitas dan reputasi produk lokal yang diproduksi oleh sekelompok pelaku usaha pada daerah. Berbeda dengan merek dagang biasa yang dimiliki oleh individu atau perusahaan, merek kolektif dapat didaftarkan salah satunya oleh pemerintah daerah dan digunakan secara bersama oleh anggota atau masyarakatnya.
“Selain mengajukan merek kolektif untuk rendang, kami juga mendorong kota Payakumbuh untuk mendaftarkan merek kolektif untuk usaha mikro kecil menengah (UMKM), jadi mereka bisa menggunakan merek yang sama untuk produk-produk yang mereka hasilkan,” kata Razilu.
Razilu mengharapkan, pendaftaran merek kolektif ‘Rendang Payakumbuh’ dapat dilaksanakan dalam waktu dekat dan menjadi contoh keberhasilan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mendorong ekonomi berbasis kekayaan intelektual.
Lebih lanjut, Wali kota Payakumbuh, Zulmaeta menyambut baik masukan yang disampaikan oleh Dirjen KI. Pihaknya menyampaikan akan segera menindaklanjuti arahan-arahan yang telah disampaikan dengan mempersiapkan persyaratan dokumen yang dibutuhkan.
Dalam kesempatan yang sama, DJKI juga melakukan audiensi dengan pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota. Salah satu yang menjadi sorotan adalah produk tanaman gambir. Gambir dari Lima Puluh Kota ini sudah banyak dipasarkan hingga ke luar negeri seperti India dan Pakistan.
Razilu menegaskan bahwa tanaman gambir ini, harus didaftarkan indikasi geografisnya. Selain memberikan pelindungan hukum, hal ini akan meningkatkan nilai tambah ekonomi, menjaga warisan budaya, hingga memperkuat branding dari daerah penghasilnya.
“Saat ini orang tahunya gambir berasal dari India, hal ini sangat disayangkan karena gambir di sana juga dikirim dari Indonesia. Oleh sebab itu, dibutuhkan peran serta pemerintah daerah untuk mendukung produk ini,” ucap Razilu.
“Kami mengajak seluruh pemerintah daerah untuk bersinergi dalam memberikan dukungan bagi para penghasil KI di daerahnya seperti UMKM, seniman, petani, serta perajin lokal. Sudah saatnya kita hadir di tengah mereka untuk memberikan pelindungan, pendampingan, dan ruang untuk tumbuh. Dengan KI yang dikelola dengan baik, kemajuan ekonomi dan identitas daerah dapat berjalan beriringan,” pungkas Razilu.
Lukisan Kamasan merupakan salah satu Indikasi Geografis dari Desa Kamasan, Provinsi Bali, yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum. Lukisan tersebut sudah ada sejak zaman kerajaan dan sampai saat ini masih dijaga kelestariannya. Hal tersebut disampaikan oleh Gede Weda Asmara selaku Ketua Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Lukisan Kamasan Bali dalam Podcast Obrolan Kreatif dan Inovatif Kekayaan Intelektual (OKE KI) dalam gelaran INACRAFT 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC) pada Minggu, 9 Februari 2025.
Minggu, 9 Februari 2025
Di sebuah galeri sederhana yang terletak di Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, deretan Tenun Buna Insana terpajang bak lukisan yang merangkai kisah kehidupan. Motif-motif berbentuk pengait menyerupai huruf Z berbicara dalam keheningan, menyampaikan warisan leluhur yang dijaga dengan penuh cinta dan ketekunan oleh mama-mama setempat. Di setiap helaian benang yang tersulam, ada peluh, doa, dan cerita tentang harapan.
Senin, 23 Desember 2024
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu menyerahkan sertifikat Indikasi Geografis (IG) Kopi Robusta Merapi Sleman kepada Bupati Kabupaten Sleman Kustini Sri Purnomo pada Kamis, 19 Desember 2024, di Lapangan Pemerintah Daerah Sleman.
Kamis, 19 Desember 2024
Selasa, 29 April 2025
Selasa, 29 April 2025
Selasa, 29 April 2025