Jakarta - Novel alternative universe saat ini menjadi salah satu genre yang semakin digemari oleh pembaca baik dari dalam maupun luar negeri. Alternative universe adalah genre novel yang memungkinkan penulis menciptakan dunia dan karakter yang berbeda dari kenyataan, sering kali dengan mengubah latar belakang sejarah, budaya, atau realitas lainnya.
Seiring naiknya kepopuleran genre ini, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan penulis dan penerbit dalam mengkomersialisasikan karya tulis ini. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Ignatius Mangantar Tua menjelaskan bahwa penulis perlu memperhatikan hak cipta karyanya.
“Penulis AU saat ini banyak yang mengunggah karyanya di media sosial. Ini membuat karya mereka mudah ditemukan oleh pembaca, tetapi juga rentan diplagiat. Pendokumentasian karya cipta sebagai bukti kepemilikan hak. Sangat diperlukan apabila ada perbuatan pelanggaran dibidang hak cipta.
Untuk menghindari plagiasi, Ignatius menyarankan para penulis untuk mencatatkan karyanya di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelketual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM. Pencatatan ini tidak bersifat wajib karena pelindungan hak cipta bersifat deklaratif, yaitu langsung melekat begitu karya diketahui pihak lain. Akan tetapi, pencatatan di DJKI akan memudahkan proses dokumentasi dan proses bisnis lainnya misalnya apabila karya tulis diterbitkan atau dialihmediakan melalui lisensi.
Selain itu, Ignatius juga mengingatkan para penerbit untuk menangani karya AU dengan penuh kehati-hatian. Meski karakter yang dijadikan tokoh utama dalam novel genre ini sudah dijadikan tokoh fiksi, perlu dipastikan tidak ada pihak yang dirugikan dalam penerbitan karya.
“Selama figur yang dijadikan tokoh AU tidak menyebut nama figur asli tersebut, saya kira karya AU sudah bisa sepenuhnya menjadi fiksi yang diwujudkan dari imajinasi penulis. Jika ada visual dari figur asli yang menjadi referensi, maka penggunaan ilustrasi bisa dilindungi sebagai karya baru. Namun memang perlu ada kehati-hatian agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” lanjutnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, penulis dan penerbit juga bisa menggunakan nama asli tokoh di dalam novel AU apabila telah mendapatkan izin dari pemilik nama. Keuntungan berupa royalti bisa diatur sesuai kesepakatan para pihak.
Sementara itu, belum lama ini Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, mengesahkan Peraturan Menteri dan HAM (Permenkumham) Nomor 15 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Royalti atas Lisensi Penggunaan Sekunder untuk Hak Cipta Buku dan/atau Karya Tulis Lainnya. Permenkumham ini memberikan kepastian hukum bagi pencipta buku atau karya tulis lainnya dalam memperoleh royalti atas penggandaan ciptaan buku dan/atau karya tulis lainnya baik penggandaan tersebut dilakukan secara digital maupun non-digital.
Pihak yang diwajibkan membayar royalti di dalam peraturan ini di antara lain : usaha jasa fotokopi, usaha swasta yang melakukan aktivitas penggandaan dokumen, penyelenggara sistem elektronik, lembaga penyiaran, perguruan tinggi, lembaga pendidikan hingga pada pengembang kecerdasan buatan (AI).
“Permenkumham ini mengatur secara tegas bahwa hak untuk menarik royalti hanya dimiliki oleh LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) di bidang buku dan/atau karya tulis lainnya yang telah memiliki ijin operasional,” kata Yasonna.
Menjawab tantangan tren pelanggaran kekayaan intelektual (KI) yang semakin marak melalui platform belanja daring dan sistem elektronik, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menggelar Rapat Koordinasi Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual bersama Satuan Tugas (Satgas) IP Task Force di Ruang Rapat DJKI Lantai 7, Jakarta, pada Kamis, 17 April 2025.
Kamis, 17 April 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia berpartisipasi aktif dalam acara WIPO ICT Leadership Dialogue (WILD) yang berlangsung pada 14 hingga 16 April 2025. Keikutsertaan DJKI dalam forum global yang terselenggara di Kantor WIPO tersebut bertujuan untuk berbagi pengalaman terkait strategi digital, tantangan transformasi, dan praktik terbaik dalam lingkup administrasi dan layanan kekayaan intelektual (KI).
Rabu, 16 April 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi dari Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK) di Kantor DJKI, pada Selasa, 16 April 2025. Kunjungan yang mempertemukan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu dengan Ketua Steering Committee GNIK Yunus Triyonggo ini membahas kolaborasi dalam penguatan manajemen pengembangan talenta bagi aparatur sipil negara khususnya DJKI. Kolaborasi ini menyoroti pentingnya pengelolaan sumber daya manusia unggul berbasis lima pilar strategis: manajemen modal manusia, kepemimpinan, pemahaman bisnis, ekonomi hijau, serta literasi dan keterampilan digital. Dengan harapan kolaborasi antara DJKI dan GNIK dapat melahirkan generasi pemimpin masa depan yang kompeten, adaptif, dan visioner.
Rabu, 16 April 2025
Kamis, 17 April 2025
Kamis, 17 April 2025
Rabu, 16 April 2025