Perbedaan Pemeriksaan Langkah Inventif Paten Indonesia dan Japan

Jakarta- Pemajuan teknologi melalui paten merupakan langkah strategis negara-negara maju untuk mengembangkan ekonominya. Untuk itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) melalui Direktorat Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST), dan Rahasia Dagang, menggelar Organisasi Pembelajaran (OPERA) untuk membandingkan pendekatan Japan Patent Office (JPO) dalam menentukan langkah inventif dalam suatu invensi guna menambah pengetahuan dalam mengajukan permohonan paten di Indonesia.

Dalam paparannya, Antario Terryandana selaku Pemeriksa Paten Muda menjelaskan beberapa syarat pemberian paten di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten. Syarat pemberian paten adalah mengandung kebaruan, langkah inventif, dan dapat diterapkan di industri.

Suatu invensi dianggap baru apabila pada saat tanggal penerimaan, invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya. Contohnya, apabila suatu invensi memiliki fitur A+B+C+D kemudian dari hasil penelusuran ditemukan adanya dokumen pembanding yang memiliki fitur A+B+C+D+F, maka invensi yang diklaim tersebut dianggap tidak baru karena seluruh fitur dalam invensi tersebut sudah diungkapkan oleh dokumen pembanding. 

“Persyaratan pemberian paten ini secara umum sama baik di Jepang maupun Indonesia. Namun pemeriksaan dokumen paten di Indonesia dan Jepang memiliki sedikit perbedaan pada pendekatan yang digunakan dalam menentukan apakah suatu invensi memiliki langkah inventif atau tidak. Di Indonesia, langkah inventif dianalisis menggunakan pendekatan masalah dan pemecahannya” jelas Antario pada OPERA yang diselenggarakan pada Kamis, 13 Juli 2023 melalui Zoom. 

Hal ini berbeda dengan cara pemeriksaan dokumen paten di Jepang. Pemeriksa paten menentukan langkah inventif melalui pendekatan yang disebut multi-factor reasoning. Melalui multi-factor reasoning, pemeriksa secara komprehensif menilai dua hal, yaitu faktor-faktor yang mendukung tidak adanya langkah inventif dan faktor-faktor yang mendukung adanya langkah inventif.

“Misal dari segi bidang teknis, segi permasalahan yang dipecahkan, pengoperasian atau fungsi, pemeriksa melihat apakah ada kesamaan beberapa segi tersebut antara dokumen pembanding terdekat dengan dokumen pembanding lainnya. Apabila tidak ada kesamaan, maka orang yang ahli di bidangnya tidak dapat mengkombinasikan fitur-fitur dari dokumen pembanding terdekat dengan dokumen pembanding lainnya untuk sampai kepada invensi yang diklaim. Oleh karena itu, invensi yang diklaim dianggap memiliki langkah inventif” kata Antario. 

Apabila invensi yang diklaim tidak hanya sebatas variasi desain dari dokumen pembanding, maka invensi tersebut juga dianggap memiliki langkah inventif. Selain itu, invensi juga dianggap memiliki langkah inventif apabila bukan hanya sebatas penggabungan dari beberapa dokumen pembanding.

Apabila pemeriksa menemukan faktor-faktor yang mendukung tidak adanya langkah inventif maka selanjutnya pemeriksa menilai ada atau tidaknya faktor-faktor yang mendukung adanya langkah inventif. Faktor-faktor yang mendukung adanya langkah inventif tersebut yaitu apakah ada efek yang menguntungkan dari penerapan dokumen pembanding lainnya ke dokumen pembanding terdekat dan apakah ada faktor-faktor yang menghambat penerapan dokumen pembanding lainnya ke dokumen pembanding terdekat. Invensi dianggap memiliki langkah inventif apabila pemeriksa menemukan adanya faktor-faktor tersebut.

Sebagai informasi kegiatan ini diselenggarakan untuk memperlihatkan adanya beberapa pendekatan berbeda dalam pemeriksaan dokumen paten khususnya terkait penentuan langkah inventif. DJKI menggunakan pendekatan masalah dan pemecahannya, sedangkan Jepang menggunakan pendekatan multi-factor reasoning. Diharapkan kegiatan ini dapat memberikan wawasan kepada pegawai DJKI khususnya pemeriksa paten terkait metode pemeriksaan paten. (ahz/kad)



LIPUTAN TERKAIT

Tren Pendaftaran Merek di Indonesia: Peningkatan Penggunaan Teknologi AI untuk Mempermudah Proses Penelusuran

Pemerintah Indonesia terus mendorong pendaftaran merek sebagai langkah untuk melindungi kekayaan intelektual (KI). Berdasarkan data terkini, permohonan merek terbanyak pada tahun 2024 tercatat pada kelas-kelas barang dan jasa tertentu. Data ini memberikan gambaran jelas mengenai jenis usaha yang paling banyak didaftarkan mereknya di Indonesia, yang mencerminkan perkembangan bisnis yang terus meningkat di berbagai sektor.

Kamis, 15 Mei 2025

DJKI Perkuat Integritas untuk Cegah Benturan Kepentingan

Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia terus memperkuat komitmennya dalam membangun birokrasi yang bersih dan profesional melalui webinar nasional bertema Integritas Pegawai DJKI: Menangkal Benturan Kepentingan Sejak Dini pada 15 Mei 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari langkah strategis dalam mewujudkan pelayanan publik yang adil dan transparan.

Kamis, 15 Mei 2025

DJKI Gelar Coaching untuk Akselerasi Karakter ASN Muda: Dorong Transformasi Potensi Menjadi Prestasi

Di tengah perubahan birokrasi yang semakin dinamis dan cepat, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum terus berinovasi dalam membentuk karakter aparatur yang adaptif dan unggul. Bersama Coachnesia, DJKI menyelenggarakan kegiatan Coaching untuk Akselerasi Karakter ASN Muda: Dari Potensi Menjadi Prestasi yang berlangsung pada Rabu, 14 Mei 2025 di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Hukum Republik Indonesia, Depok, Jawa Barat.

Rabu, 14 Mei 2025

Selengkapnya