Jakarta - Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terdapat salah satu aspek penting dari hak cipta adalah orisinalitas. Orisinalitas merupakan titik pondasi dari suatu ciptaan agar memiliki pelindungan hak cipta. Karya hasil dari plagiat atau tidak orisinal tidak akan memiliki hak ciptanya.
Hal tersebut disampaikan oleh Kasubdit Pelayanan Hukum dan Lembaga Manajemen Kolektif Agung Damar Sasongko pada Organisasi Pembelajaran (Opera) Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada Senin, 20 Februari 2023 melalui aplikasi Zoom.
“Salah satu substansi yang mengikat adalah pertama, orisinalitas merupakan konsep di mana karya yang dihasilkan dari orang yang bersangkutan. Dibuat sendiri, bersifat khas dan pribadi serta karya yang dibuat dihasilkan sendiri tanpa mengutip, menyalin, atau pun plagiasi dari karya orang lain,” kata Agung.
Kemudian, substansi kedua pada hak cipta yang mengikat adalah berwujud. Agung menjelaskan, dalam hal ini ketika seseorang memiliki sebuah ide dan dituangkan dalam suatu karya, maka karya tersebut harus berbentuk. Ada wujudnya yang bisa dilihat atau pun dirasakan.
“Lalu, apabila karya tersebut memiliki orisinalitas dan berwujud maka otomatis karya tersebut akan memiliki hak eksklusif yang melekat atas karya cipta tersebut,” tutur Agung.
“Berbicara orisinalitas maka kita berbicara ada ide yang mempengaruhi hasil karya cipta seseorang. Hak cipta tidak melindungi ide, tetapi ekspresi dari ide tersebut,” lanjutnya.
Agung juga menjelaskan bahwa hak cipta dapat dibedakan menjadi dua karya yaitu, karya original dan karya turunan. Karya orisinal merupakan dari hasil olah pikir sendiri yang dituangkan dalam kekhasan pribadinya. Adapun untuk karya turunan adalah karya yang mengambil karya orang lain yang kemudian diadaptasi menjadi karya yang berbeda.
“Adaptasi ciptaan itu beragam, misalnya dari sebuah buku diangkat menjadi karya film atau fotografi yang dituangkan ke sebuah karya patung. Ini merupakan bentuk adaptasi ciptaan,” jelas Agung.
“Ada juga bentuk lain dari karya orisinal dan turunan contohnya adalah buku Harry Potter yang ditulis oleh JK Rowling. Di mana bukunya merupakan karya orisinal dan buku terjemahannya adalah sebuah karya turunan,” lanjutnya.
Dengan demikian, pada pelindungan hukum atas hak cipta karya orisinal dan turunan memiliki perbedaan. Untuk karya orisinal mendapatkan pelindungan hak cipta seumur Hidup pencipta +70 Tahun dan untuk karya turunan mendapatkan pelindungan 50 tahun sejak pertama kali dipublikasikan.
Lalu, bagaimana jika terjadi pelanggaran pada karya orisinalitas? bagaimana cara menunjukan karya tersebut memang orisinal milik pencipta dimaksud? Agung menjelaskan, maka harus dibuktikan terlebih dahulu apakah orang tersebut yang benar membuat karya tersebut atau ada bukti - bukti secara kronologinya atas lahirnya karya dimaksud.
“Oleh karena itu, orisinalitas berhubungan erat dengan pencipta. Tidak ada karya yang benar - benar baru di dunia, yang ada saling berinspirasi dan terinspirasi. Maka bagaimana hak cipta mengatur pelindungan tapi tidak mengekang untuk berkarya? itu biasanya bagaimana? Dikatakan melanggar hak cipta jika mengambil sebagian, seluruh dari karya dimaksud. Namun, jika mengambil karya orang lain dan dikembangkan dengan khasan sendiri maka tidak dikategorikan melanggar hak cipta,” pungkasnya. (Ver/Amh)
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima kunjungan Deputi Bidang Koordinasi Hukum Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan dalam rangka audiensi koordinasi tugas dan fungsi terkait pengembangan kekayaan intelektual (KI) nasional.
Kamis, 13 Maret 2025
Komisi Banding Paten Republik Indonesia (KBP RI) menolak permohonan banding atas penolakan permohonan paten nomor P00202000758 yang berjudul Zat untuk Mencegah dan/atau Mengobati Penyakit Alzheimer melalui sidang terbuka di Gedung Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada Kamis, 13 Maret 2024.
Kamis, 13 Maret 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) kembali menggelar Seri Webinar Edukasi Kekayaan Intelektual yang kedelapan dengan tema Komersialisasi Indikasi Geografis. Acara ini menghadirkan Ketua Tim Kerja Indikasi Geografis, Irma Mariana, yang menjelaskan pentingnya indikasi geografis sebagai alat branding bagi produk khas suatu daerah.
Senin, 10 Maret 2025
Kamis, 13 Maret 2025
Kamis, 13 Maret 2025
Kamis, 13 Maret 2025