DJKI: Belum Memiliki Kedaulatan Kekayaan Intelektual Komunal, Kebudayaan Indonesia Rawan Dicuri

Jakarta - Direktorat Kekayan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyatakan bahwa kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Indonesia masih belum berdaulat. Hal itu membuat kekayaan budaya Tanah Air rawan untuk diakui, dicuri dan dibajak negara lain.

“Saat ini, belum ada kedaulatan KIK NKRI sehingga rawan dengan pengakuan, pencurian, atau pembajakan negara lain. Kita berharap Terwujudnya KEDAULATAN KIK NKRI sehingga aman dari pengakuan, pencurian, atau pembajakan negara lain,” kata Daulat P. Silitonga, Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan Kekayaan Intelektual DJKI melalui FGD Inventarisasi KIK dalam Pusat Data Nasional KIK Kemenkumham via Zoom pada Senin, 13 Juli 2020.

Untuk membuat Indonesia yang berdaulat KIK-nya, Indonesia perlu memiliki pusat data nasional yang terintegrasi dan mudah diakses oleh masyarakat. Saat ini database Warisan Budaya Tak Benda berada di Kementerian Pendidikan dan Budaya, data terkait Fasilitas Informasi Biodiversiti ada di IPI-Kemenristekdikti, sementara Sistem Informasi Obat Bahan Alam berada di BPOM.

DJKI sebagai focal point dalam mengkoordinasikan pengumpulan dan penyatuan data nasional terkait Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklore (GRKTF)/Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional dan Ekpresi Budaya Tradisional (SDGPTEBT), mengacu kepada rapat Kementerian/Lembaga terkait KIK yang diinisiasi oleh Kemenko Polhukam pada tanggal 14 Agustus 2019.

“DJKI sebagai koordinator sekaligus otorisator pengumpulan dan penyatuan database dan sekaligus mekanisme pertukaran data dan informasi antar database K/L dalam rangka memudahkan identifikasi, pengawasan dan pencegahan penyalahgunaan oleh negara lain sehingga terbentuk basis data dari masing-masing K/L di tingkat nasional,” sambungnya.

Tak hanya memperkuat kedaulatan, Pusat Data KIK ini juga berfungsi sebagai sumber rujukan pengobatan pada daerah yg tdk terjangkau pengobatan modern, sumber rujukan para peneliti, akses nilai-nilai kesejarahan, kebudayaan,  pengetahuan tradisional, dan sumber daya genetik Indonesia lebih mudah dan lain sebagainya.

Sementara itu, total data KIK yang telah didaftar per Juli 2020 sebanyak 2.335. Pencatatan terbanyak berupa Ekpresi Budaya Tradisional (59%), Pengetahuan Tradisional (28%), Indikasi Geografis (8%) dan Sumber Daya Genetik (5%).

Sebagai catatan, inventarisasi KIK telah ditetapkan Prioritas Nasional Indonesia Tahun 2020 terkait KIK pada rapat tiga pihak (trilateral meeting) Tahun 2019. Tahun 2020 telah dicanangkan sebagai Tahun Kekayaan Intelektual Komunal.

Penulis: DAW
Editor: KAD


LIPUTAN TERKAIT

DJKI Fasilitasi Pemilihan Ketua Umum MPIG Nasional

Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah menyelenggarakan Forum Indikasi Geografis (IG) Nasional pada 12-13 Juni 2024 di Hotel Shangri-La Jakarta. Dalam kegiatan yang melibatkan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) dari seluruh Indonesia ini DJKI juga memfasilitasi pemilihan Ketua Umum (Ketum) MPIG Nasional. Pemilihan dibuka oleh Direktur Merek dan IG Kurniaman Telaumbanua. Dalam arahannya, Kurniaman mengatakan Ketum MPIG terpilih diharapkan mampu menyusun berbagai macam program yang dapat mendorong IG terus berkembang hingga kancah internasional.(mkh/daw)

Kamis, 13 Juni 2024

Pentingnya Pelindungan Indikasi Geografis dalam Mendukung Perekonomian dan Ekspor di Indonesia

Pelindungan kekayaan intelektual (KI) merupakan hal yang sangat penting, baik itu di tingkat nasional maupun internasional. Pemilik KI sendiri mendapatkan keuntungan dengan melindungi karya atau inovasi yang dibuatnya, terlebih lagi KI juga dapat membantu roda perekonomian suatu negara. Salah satu rezim KI yang berkontribusi dalam hal tersebut adalah Indikasi Geografis (IG).

Kamis, 13 Juni 2024

Batik Nitik dan Sasirangan: Dari Warisan Budaya Menjadi Kekayaan Ekonomi

Upaya pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk memajukan ekonomi masyarakat di setiap daerah tercermin dengan dukungan pelindungan hukum produk khas wilayah tersebut. Dengan pelindungan hukum indikasi geografis, produk dengan karakteristik yang unik tidak hanya akan terlindungi dari reputasi serta mutu produknya tetapi juga meningkatkan nilai produk di mata konsumen.

Rabu, 12 Juni 2024

Selengkapnya