Resiko Pelanggaran KI di Tengah Maraknya Industri Fast Fashion

Jakarta – Dunia mode semakin dinamis dan mudah diakses oleh semua kalangan. Fenomena fast fashion telah menghadirkan beragam pilihan gaya terbaru dengan harga yang terjangkau, memungkinkan masyarakat untuk mengeksplorasi berbagai gaya tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar.

Fast fashion tidak hanya memberikan manfaat bagi konsumen, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi perekonomian. Industri ini menciptakan lapangan kerja yang luas dan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini erat kaitannya dengan Undang-undang (UU) Cipta Kerja No 11 Tahun 2020 yang bertujuan meningkatkan kemudahan berusaha, termasuk dalam sektor manufaktur, tekstil, dan pakaian jadi.

Meski demikian, terdapat tantangan besar bagi para desainer/pencipta dimana desain atau karya mereka kerap diadopsi tanpa izin dan diproduksi secara massal. Dalam hal ini, peran hukum sangat penting dalam menjaga hak kekayaan intelektual (KI) agar terhindar dari pelanggaran seperti plagiarisme yang dapat merugikan para pemilik karya.

Merespon hal ini, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Agung Damarsasongko mengatakan pentingnya para pencipta maupun pendesain untuk mendaftarkan dan/atau mencatatkan KI ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Hal ini demi mencegah segala bentuk plagiarisme yang tentunya dapat berujung kepada kerugian dari sisi moral dan ekonomi pihak pencipta maupun pendesain.

“Segala bentuk pelanggaran terhadap suatu KI tentu dapat dicegah dengan pengajuan pendaftaran dan/atau pencatatan. Ini dilakukan untuk meminimalisir kerugian para kreator yang telah mencurahkan waktu, kreativitas, dan biaya untuk menciptakan karya-karya mereka,” ujar Agung.

Lebih lanjut, Agung menyampaikan beberapa bentuk pelindungan KI yang dapat diajukan oleh para desainer untuk melindungi karya desain fashion mereka, salah satunya pelindungan terhadap hak cipta dan desain industri.

“Untuk hak cipta sendiri akan memberikan pelindungan terhadap karya asli yang diciptakan dalam bentuk ekspresi seperti desain motif. Sedangkan desain industri untuk melindungi tampilan estetis dari suatu produk mencakup bentuk, garis, pola, atau kombinasi warna yang memberikan nilai visual pada sebuah karya,” kata Agung. 

Tanpa perlindungan KI tersebut, para desainer akan terus berhadapan dengan risiko kehilangan hak atas karya mereka. Ini bukan hanya berdampak pada kerugian ekonomi tetapi juga mematikan inovasi dan kreativitas yang menjadi jantung industri mode.

Sementara itu, DJKI telah melakukan berbagai inovasi dalam upayanya untuk meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat salah satunya berupa layanan pendaftaran dan pencatatan KI secara online. Dengan layanan berbasis online tersebut diharapkan dapat  memudahkan masyarakat dalam pendaftaran, pengelolaan, dan perlindungan KI dimanapun dan kapanpun. 

Untuk pelindungan desain industri saat ini pemohon dapat mengajukan pendaftarannya melalui laman  https://desainindustri.dgip.go.id. Kemudian untuk pencatatan hak cipta saat ini, DJKI juga telah meluncurkan program Persetujuan Otomatis Pencatatan Hak Cipta (POP-HC) yang dapat diakses pada laman https://e-hakcipta.dgip.go.id. Pada program tersebut, pencipta dapat mencatatkan ciptaannya secara online dan mendapatkan surat pencatatan hak cipta dalam waktu kurang dari sepuluh menit.

 



LIPUTAN TERKAIT

Menemukan Titik Temu: Hak Cipta dan Hak Asasi Manusia di Era Digital

Di era digital yang semakin kompleks, hubungan antara hak cipta dan hak asasi manusia (HAM) menjadi sorotan penting. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum gelar webinar pada Kamis, 24 April 2025, di Kantor DJKI bersama Anggara Suwahju, Managing Director Chayra Law Center, menyoroti pentingnya mencari keseimbangan antara pelindungan terhadap pencipta karya dan kebebasan masyarakat untuk mengakses informasi.

Kamis, 24 April 2025

DJKI dan WIPO Bahas Penguatan Transformasi Digital Layanan KI

Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat pelindungan kekayaan intelektual (KI) di Indonesia. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah menguatkan jalinan kolaborasi dengan World Intellectual Property Organization (WIPO) dalam pengembangan sistem administrasi KI berbasis teknologi informasi yang terintegrasi dan modern.

Rabu, 23 April 2025

DJKI Gelar Pertemuan Bersama JICA Bahas Peluang Kerja Sama

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menggelar pertemuan bersama Japan International Cooperation Agency (JICA) EXPERT on IP di Kantor DJKI, pada 22 April 2025. Kegiatan yang membahas peluang kerja sama antara DJKI dan JICA tersebut turut mempertemukan Direktur Kerja Sama dan Edukasi Yasmon dengan Inoue Kazutoshi sebagai penerus Oka Hiroyuki yang telah selesai bertugas sebagai JICA EXPERT on IP di tahun ini.

Selasa, 22 April 2025

Selengkapnya