Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum mengimbau para pelaku usaha yang hendak rebranding untuk melakukan penelusuran merek di pangkalan data kekayaan intelektual (PDKI) terlebih dahulu. Langkah ini penting supaya mereka tidak menggunakan merek yang memiliki kemiripan atau bahkan identik dengan yang telah terdaftar sebelumnya.
Dalam wawancara di Gedung DJKI, pada Selasa, 22 Juli 2025, Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu mengatakan, merek bukan hanya sekedar nama usaha, tetapi merupakan bagian dari identitas yang dapat dilindungi oleh hukum. Oleh sebab itu, penelusuran merek merupakan langkah awal yang sangat penting dalam strategi pembangunan merek usaha.
“Banyak pelaku usaha yang ingin rebranding, langsung mengganti nama atau logo bisnisnya tanpa mengecek terlebih dahulu apakah merek tersebut sudah digunakan dan didaftarkan oleh pihak lain atau belum. Ketidaktahuan dan kelalaian ini bisa menimbulkan kerugian bagi bisnisnya,” ujar Razilu.
Dalam beberapa kasus, penggunaan merek yang sama atau mirip dengan merek yang telah terdaftar dapat berujung pada gugatan hukum, pembatalan merek, atau kewajiban ganti rugi. Hal ini tidak hanya berdampak pada kerugian materi, tetapi juga dapat merusak reputasi bisnis.
“Rebranding harus dilakukan secara hati-hati dan strategis. Jangan sampai niat untuk memperkuat citra usaha justru membuat bisnis kita terjerat masalah hukum karena kelalaian dalam memeriksa kekayaan intelektualnya, dalam hal ini merek,” tegas Razilu.
Oleh sebab itu, DJKI menyediakan pangkalan data kekayaan intelektual yang tersedia secara daring dan dapat diakses oleh masyarakat umum melalui laman dgip.go.id. Fitur ini telah memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dengan tujuan mempercepat proses penelusuran kekayaan intelektual (KI) sebelum pemohon mengajukan permohonannya ke DJKI.
“Melalui penelusuran merek di PDKI, pelaku usaha dapat dengan mudah mencari informasi terkait status pendaftaran merek, pemiliknya, dan jenis barang atau jasa yang dilindungi. Ini adalah alat penting untuk pengambilan keputusan yang cerdas dalam membangun identitas usaha,” terang Razilu.
Lebih lanjut, DJKI juga membuka layanan konsultasi dan pendampingan bagi para pelaku usaha, termasuk para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang ingin memahami lebih dalam terkait proses penelusuran dan pendaftaran merek. Layanan ini tersedia di jam kerja melalui livechat di dgip.go.id, email halodjki@dgip.go.id, dan call center 152.
DJKI juga bekerjasama dengan Kantor Wilayah Kementerian Hukum di seluruh Indonesia untuk menggelar sosialisasi dan pelatihan tentang pentingnya pelindungan merek dan kekayaan intelektual lainnya di berbagai daerah, khususnya menyasar pelaku usaha dan komunitas kreatif.
“Kami ingin membangun kesadaran bahwa merek bukan hanya simbol dagang, tetapi aset intelektual yang bernilai. Pelindungannya bukan hanya soal hukum, tapi juga investasi jangka panjang untuk keberlanjutan bisnis yang telah susah payah dibangun,” pungkas Razilu.
Sebuah desain tak sekadar estetika visual, namun juga memiliki nilai ekonomi. Inilah gagasan utama yang diangkat dalam OKE KI Seri Webinar #24 bertema “Nilai Daya Saing Desain Industri dalam Bisnis Furniture” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum pada Senin, 14 Juli 2025. Dalam kegiatan yang berlangsung interaktif ini, praktisi desain furniture dan akademisi Universitas Tarumanegara, Eddy Supriyatna Marizar hadir sebagai narasumber.
Senin, 14 Juli 2025
Dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam 1447 Hijriah, Dharma Wanita Persatuan (DWP) Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menyelenggarakan kegiatan Bakti Sosial dan Tadabbur Alam dengan mengusung tema Membangun Semangat Hijrah dalam Meningkatkan Iman dan Amal Sholeh di Yayasan As-Zalika, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Kamis, 10 Juli 2025.
Kamis, 10 Juli 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) melihat masih kecilnya jumlah perguruan tinggi yang mengajukan paten di Indonesia dibandingkan keseluruhan jumlah universitas Indonesia. Meskipun secara keseluruhan perguruan tinggi menyumbang lebih dari 50% permohonan paten dalam negeri, baru sekitar 153 perguruan tinggi yang memegang paten. Fakta ini menjadi perhatian penting bagi DJKI dalam upayanya mewujudkan ekosistem kekayaan intelektual (KI) yang merata dan produktif.
Kamis, 3 Juli 2025
Selasa, 22 Juli 2025
Selasa, 22 Juli 2025
Senin, 21 Juli 2025