Jakarta – Sebagai Penegak Hukum Kekayaan Intelektual (KI) di Indonesia, Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM terus berupaya memberikan kepastian hukum yang lebih baik setiap tahunnya.
Hal tersebut didukung dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Permenkumham RI) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana di Bidang KI sebagai dasar hukum penyidik KI dalam menangani kasus pelanggaran KI.
“Permenkumham RI No. 1 Tahun 2023 hadir sebagai bentuk upaya kepastian hukum kepada pemilik KI agar laporan dugaan pelanggaran KI dapat diselesaikan dalam jangka waktu tertentu,” ujar Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa Anom Wibowo pada pembukaan Rapat Koordinasi Penguatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) KI Kementerian Hukum dan HAM RI pada tanggal 10 Mei 2023.
Dalam peraturan tersebut, terdapat beberapa peraturan penting yang dijadikan acuan pelaksanaan penyidikan tindak lanjut tindak pidana KI, salah satunya yaitu pemberian tingkatan kategori pada laporan pelanggaran KI di antaranya mudah, sedang, dan sulit.
“Kategori tersebut dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan kecukupan alat bukti dan saksi yang telah dikumpulkan oleh pelapor. Semakin banyak bukti yang disampaikan, maka kategori laporan juga semakin meningkat, begitu juga sebaliknya,” jelas Koordinator Penindakan dan Pemantauan di DJKI Ahmad Rifadi.
Tingkat kesulitan penanganan perkara penyidikan tersebut ditentukan dalam rapat Gelar perkara sebelum penanganan perkara masuk ke tahap Penyidikan. Masing-masing kategori sendiri memiliki jangka waktu pengerjaan yang berbeda.
Kriteria penanganan perkara mudah diselesaikan paling lama enam bulan, penanganan perkara sedang, diselesaikan paling lama sembilan bulan, dan penanganan perkara sedang, diselesaikan paling lama 12 (dua belas) bulan.
“Tetapi harus digarisbawahi, bahwasanya penanganan perkara tersebut terhitung sejak diterbitkannya surat perintah penyidikan, bukan saat pelapor memasukan laporannya,” ucap Rifadi.
Selain tingkatan perkara, dalam peraturan tersebut juga membahas mengenai mediasi. Dalam penanganan perkara KI, mediasi dibagi menjadi dua, yang pertama mediasi atas perkara dengan adanya pengaduan terlebih dahulu dan mediasi yang dilakukan dengan permohonan.
“Untuk tindak pidana hak cipta, hak terkait, paten, atau paten sederhana sebelum melakukan tuntutan pidana harus menempuh terlebih dahulu penyelesaian sengketa melalui mediasi, berbeda dengan merek dan desain industri yang harus melakukan permohonan terlebih dahulu untuk melakukan mediasi,” ucap Rifadi.
“Di DJKI sendiri mediasi bukan dilakukan oleh Bagian Penindakan dan Pemantauan tetapi oleh Bagian Pencegahan dan Penyelesaian Sengketa,” lanjutnya.
Hal lainnya yang diatur dalam peraturan tersebut, yaitu keterlibatan PPNS wilayah dalam menangani perkara KI. Dengan adanya peraturan ini menjadi dasar yang jelas bagi para PPNS wilayah untuk menyelesaikan perkara di lingkup wilayah kerjanya.
“Tetapi jika perkara tersebut terjadi di luar wilayah kerja PPNS tersebut atau perkaranya sudah berskala nasional, kasus tersebut nantinya akan langsung ditangani oleh PPNS Pusat,” pungkasnya. (SAS/KAD)
Sebuah desain tak sekadar estetika visual, namun juga memiliki nilai ekonomi. Inilah gagasan utama yang diangkat dalam OKE KI Seri Webinar #24 bertema “Nilai Daya Saing Desain Industri dalam Bisnis Furniture” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum pada Senin, 14 Juli 2025. Dalam kegiatan yang berlangsung interaktif ini, praktisi desain furniture dan akademisi Universitas Tarumanegara, Eddy Supriyatna Marizar hadir sebagai narasumber.
Senin, 14 Juli 2025
Dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam 1447 Hijriah, Dharma Wanita Persatuan (DWP) Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menyelenggarakan kegiatan Bakti Sosial dan Tadabbur Alam dengan mengusung tema Membangun Semangat Hijrah dalam Meningkatkan Iman dan Amal Sholeh di Yayasan As-Zalika, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Kamis, 10 Juli 2025.
Kamis, 10 Juli 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) melihat masih kecilnya jumlah perguruan tinggi yang mengajukan paten di Indonesia dibandingkan keseluruhan jumlah universitas Indonesia. Meskipun secara keseluruhan perguruan tinggi menyumbang lebih dari 50% permohonan paten dalam negeri, baru sekitar 153 perguruan tinggi yang memegang paten. Fakta ini menjadi perhatian penting bagi DJKI dalam upayanya mewujudkan ekosistem kekayaan intelektual (KI) yang merata dan produktif.
Kamis, 3 Juli 2025
Senin, 14 Juli 2025
Selasa, 15 Juli 2025
Senin, 14 Juli 2025