Jakarta - Penulis, penyanyi sekaligus pencipta lagu, Dee Lestari, mengakui masih banyaknya seniman Indonesia yang belum memahami langkah yang perlu dilakukan untuk memaksimalkan pelindungan dan pemanfaatan karya kekayaan intelektual mereka.
“Kreator belum banyak yang tahu apa yang harus dilakukan dengan karyanya. Saya memahami tentang kekayaan intelektual juga saat saya sudah menjalani profesi saya sebagai penyanyi, pencipta lagu, dan penulis. Sebelumnya saya tidak paham ini bisa jadi legacy,” ujar Dee Lestari dalam Seminar Nasional bertemakan Perempuan Indonesia Kreatif dan Inovatif: Ekonomi Tangguh, di Ritz Carlton Pacific Place pada Selasa, 16 Mei 2023.
Dee sendiri telah mulai berkarir di 2001 sebagai penulis dan telah merilis 18 buku yang terdiri dari novel, cerita pendek, prosa, dan non fiksi. Dee juga memiliki 53 lagu yang dia nyanyikan sendiri maupun dibawakan oleh penyanyi lain. Dia mengatakan pembajakan adalah salah satu musuh utama dalam ekosistem kekayaan intelektual.
“Problem kedua yaitu pembajakan. Yang pertama sengaja membajak kemudian kedua karena nggak tahu. Mungkin karena aksesnya lebih gampang misalnya di marketplace. Yang lebih murah yang dibeli, tidak tahu bahwa itu mencederai penulis. Ada juga yang berkedok dalam sharing is caring,” lanjut Dee.
Tak hanya Dee, Rosmala Sari Dewi sebagai penari juga membenarkan bahwa peniruan gerakan baru maupun kreasi bisa mencederai koreografer. Terlebih di zaman serba internet ini, viralitas gerakan tarian tidak selalu berbanding lurus dengan manfaat ekonomi yang dirasakan para pencipta gerakan.
“Saat ini banyak sekali platform digital yang membagikan gerakan tari tradisional atau kreasi dengan menggunakan lagu K-POP atau barat tanpa memberikan kredit kepada pencipta. Mereka tidak memikirkan dampak jangka panjang apabila gerakan itu nantinya diikuti oleh orang lain,” ujar Rosmala.
Hal ini merugikan koreografer secara langsung. Namun, banyak penari yang tidak menyadari bahwa gerakan tari mereka bisa dilindungi melalui pencatatan ciptaan.
“Saya sendiri awalnya takut untuk membagikan tarian saya di YouTube. Ternyata mudah sekali kita hanya tinggal merekam kemudian kita lindungkan karya kita melalui pencatatan hak cipta di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM,” lanjutnya.
Rosmala mengatakan bahwa profesi menari sebetulnya juga sangat menjanjikan apabila koreografer dapat melindungi karyanya. Karya tari dapat dilindungi sebagai kekayaan intelektual mandiri maupun komunal (untuk tari tradisional) sehingga tidak diklaim pihak atau negara lain.
“Di luar negeri pendapatan pelatih tari memang lebih besar daripada di Indonesia. Sayangnya, mereka lupa untuk melindungi karya budaya dari negera mereka sendiri,” kata Rosmala.
Oleh karena itu, Aulia Andriadi sebagai Sub Koordinator Administrasi Permohonan, Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri DJKI menekankan bahwa pencatatan karya cipta sangat penting. DJKI telah mempermudah proses pencatatan dengan sistem Persetujuan Otomatis Pencatatan Hak Cipta (POP HC).
“Kami berharap para seniman mencatatkan karyanya di DJKI, hanya memakan waktu 10 menit melalui POP HC, yang penting dokumen-dokumennya lengkap. Pencatatan ini telah membuktikan bahwa karya tersebut ada di database DJKI yang memberikan legal standing kuat apabila di masa depan ada masalah,” terang Aulia.
Pelindungan karya cipta bersifat deklaratif, artinya akan secara langsung terlindungi ketika karya tersebut sudah dipublikasikan. Kendati demikian, pencatatan ini akan memungkinkan DJKI menindak apabila ada pelanggaran hak cipta.
Sebagai informasi, hak cipta merupakan salah satu rezim yang paling lazim dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu bentuk pelindungan kekayaan intelektual. Dalam peringatan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia 2023 ini, DJKI ingin memberikan lebih banyak kesempatan kepada masyarakat, khususnya perempuan Indonesia, untuk memahami dan melindungi hak cipta serta merek mereka.
Masyarakat di wilayah Jakarta bisa memanfaatkan momen ini untuk mengikuti konsultasi hak cipta, merek, dan paten di Sarinah Mall Thamrin secara gratis tanggal 16 s.d 17 Mei 2023. Pada kesempatan ini pula pendaftaran merek dan pencatatan hak cipta bebas biaya selama kuota masih tersedia. (kad/ver)
Menjawab tantangan tren pelanggaran kekayaan intelektual (KI) yang semakin marak melalui platform belanja daring dan sistem elektronik, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menggelar Rapat Koordinasi Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual bersama Satuan Tugas (Satgas) IP Task Force di Ruang Rapat DJKI Lantai 7, Jakarta, pada Kamis, 17 April 2025.
Kamis, 17 April 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia berpartisipasi aktif dalam acara WIPO ICT Leadership Dialogue (WILD) yang berlangsung pada 14 hingga 16 April 2025. Keikutsertaan DJKI dalam forum global yang terselenggara di Kantor WIPO tersebut bertujuan untuk berbagi pengalaman terkait strategi digital, tantangan transformasi, dan praktik terbaik dalam lingkup administrasi dan layanan kekayaan intelektual (KI).
Rabu, 16 April 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi dari Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK) di Kantor DJKI, pada Selasa, 16 April 2025. Kunjungan yang mempertemukan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu dengan Ketua Steering Committee GNIK Yunus Triyonggo ini membahas kolaborasi dalam penguatan manajemen pengembangan talenta bagi aparatur sipil negara khususnya DJKI. Kolaborasi ini menyoroti pentingnya pengelolaan sumber daya manusia unggul berbasis lima pilar strategis: manajemen modal manusia, kepemimpinan, pemahaman bisnis, ekonomi hijau, serta literasi dan keterampilan digital. Dengan harapan kolaborasi antara DJKI dan GNIK dapat melahirkan generasi pemimpin masa depan yang kompeten, adaptif, dan visioner.
Rabu, 16 April 2025
Kamis, 17 April 2025
Kamis, 17 April 2025
Rabu, 16 April 2025