Melindungi Suara, Hologram, dan Desain 3D sebagai Merek Non Tradisional

Jakarta - Peran merek dalam memasarkan produk usaha sudah tidak terbantahkan lagi. Namun, dengan meningkatnya daya beli masyarakat dan penggunaan berbagai channel pemasaran telah menciptakan keterbatasan pelanggan untuk mengenal seluruh merek lokal.

Oleh sebab itu, penggunaan tanda pembeda atau merek konvensional yang hanya berupa kata dan logo saja seringkali dianggap kurang meninggalkan kesan pada ingatan pelanggan. Korporasi mulai menggunakan ciri khas jenama berupa suara, hologram, bahkan desain 3 dimensi untuk memikat konsumen.

Untuk melindungi bentuk-bentuk non-konvensional dari merek, Direktur Merek dan Indikasi Geografis Kurniaman Telaumbanua di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM menjelaskan bahwa Indonesia telah memiliki ketentuan yang mengatur persyaratan dan prosedur pendaftaran merek non-konvensional.

“Kita telah mengamandemen peraturan merek sebelumnya menjadi Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang mengatur bagaimana suara, hologram, dan desain 3D bisa didaftarkan sebagai merek non-konvensional,” terangnya.

Selanjutnya, Syaifullah Hadiyanto sebagai Pemeriksa Merek Ahli Utama menjelaskan bahwa pendaftaran merek non-konvensional masih melalui merek.dgip.go.id. Hanya saja, pemohon harus melampirkan bentuk merek non-tradisional dan mendeskripsikan mereknya dengan lebih lengkap.

“Dalam pendaftaran merek suara, pemohon dapat melampirkan notasi dan rekaman suara maupun sonogram (rekaman atau gambar yang dihasilkan dari pemeriksaan ultrasonik),” ujar Syaifullah. Merek suara sendiri telah digunakan oleh jenama lokal baik korporasi besar maupun merek UMKM.

Selanjutnya, Syaifullah memaparkan bahwa merek hologram juga telah dijadikan identitas produk dari jenama perbankan dan pusat perbelanjaan. Merek jenis ini bisa didaftarkan dengan mendeskripskan lengkap berapa jumlah perspektif yang tersedia, apa saja tampilan yang terlihat, warna, pergerakan, dan lain sebagainya.

Sementara itu, merek 3 Dimensi sudah menjadi pembeda untuk produk-produk makanan hingga botol parfum. Merek ini dapat didaftarkan dengan melampirkan gambar bentuk dari beberapa sisi yang menunjukkan dimensi merek.

“Namun perlu diperhatikan bahwa ini memang agak berdekatan dengan desain industri. Akan tetapi desain ini adalah pembeda dan khas sehingga bisa didaftarkan sebagai merek,” terangnya.

Meski begitu, Arief Budiman sebagai CEO Petakumpet Creativers menjelaskan bahwa ada beberapa tips agar merek non tradisional menjadi pembeda yang baik. Merek tersebut harus dibuat dengan inovatif, eksentrik (unik), disruptif, dan harus belajar pada pengalaman pelanggan.

“Yang dimaksud inovatif adalah memberikan kebaruan atau memberikan nilai tambah yang tidak terduga bagi konsumen, sedangkan kalau eksentrik adalah memiliki gaya yang unik, tidak biasa,” jelas Arief.

Sementara itu, sifat merek yang disruptif adalah merek yang menganggu pasar atau mengubah cara industri beroperasi. Meski begitu yang paling penting menurut Arief adalah berfokus pada pengalaman pelanggan.

Yang tidak kalah penting dalam pemanfaatan merek adalah pelindungan merek di DJKI. Arief mengatakan merek tidak bisa menjadi aset berharga apabila belum dilindungi secara legal.

“Jangan sampai baru ingin daftar setelah ada kasus atau sengketa karena memang pada pendaftaran awalnya tidak akan terlihat bermiliar-miliar. Tetapi, jika sudah dipelihara dan dikomunikasikan dengan baik maka akan menjadi aset berharga,” kata Arief.

Sebagai tambahan informasi, pendaftaran merek tidak hanya dapat memberikan tambahan nilai kepada produk. Merek juga bisa menaikkan loyalti konsumen, sehingga lebih mudah diingat agar bisa sukses menjadi market leader. (kad/eka)



TAGS

#Merek

LIPUTAN TERKAIT

Satgas IP Task Force Perkuat Koordinasi Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual di Ranah Digital

Menjawab tantangan tren pelanggaran kekayaan intelektual (KI) yang semakin marak melalui platform belanja daring dan sistem elektronik, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menggelar Rapat Koordinasi Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual bersama Satuan Tugas (Satgas) IP Task Force di Ruang Rapat DJKI Lantai 7, Jakarta, pada Kamis, 17 April 2025.

Kamis, 17 April 2025

Bahas Transformasi Digital di Bidang KI, DJKI Hadir dalam Forum WILD

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia berpartisipasi aktif dalam acara WIPO ICT Leadership Dialogue (WILD) yang berlangsung pada 14 hingga 16 April 2025. Keikutsertaan DJKI dalam forum global yang terselenggara di Kantor WIPO tersebut bertujuan untuk berbagi pengalaman terkait strategi digital, tantangan transformasi, dan praktik terbaik dalam lingkup administrasi dan layanan kekayaan intelektual (KI).

Rabu, 16 April 2025

Dirjen KI Terima Audiensi GNIK Bahas Program Pengembangan Talenta

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi dari Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK) di Kantor DJKI, pada Selasa, 16 April 2025. Kunjungan yang mempertemukan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu dengan Ketua Steering Committee GNIK Yunus Triyonggo ini membahas kolaborasi dalam penguatan manajemen pengembangan talenta bagi aparatur sipil negara khususnya DJKI. Kolaborasi ini menyoroti pentingnya pengelolaan sumber daya manusia unggul berbasis lima pilar strategis: manajemen modal manusia, kepemimpinan, pemahaman bisnis, ekonomi hijau, serta literasi dan keterampilan digital. Dengan harapan kolaborasi antara DJKI dan GNIK dapat melahirkan generasi pemimpin masa depan yang kompeten, adaptif, dan visioner.

Rabu, 16 April 2025

Selengkapnya