Jakarta – Produk lokal bisa mendunia dan mendapatkan nilai tinggi jika dilindungi melalui Indikasi Geografis. Hal ini menjadi fokus utama webinar yang digelar Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum RI bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) seluruh Indonesia pada Rabu, 28 Mei 2025.
“Indikasi Geografis adalah identitas dan nilai ekonomi. Produk dengan pelindungan ini bukan hanya punya jaminan hukum, tapi juga naik kelas di pasar,” ujar Hermansyah Siregar, Direktur Merek dan Indikasi Geografis DJKI. Menurutnya, banyak produk yang awalnya hanya dijual secara lokal kini sukses menembus pasar nasional hingga internasional setelah memperoleh sertifikat indikasi geografis.
Kopi Arabika Bantaeng jadi salah satu contoh. Sebelum memiliki pelindungan indikasi geografis, kopi ini dijual seharga Rp300 ribu/kg. Setelah terdaftar, harganya melonjak hingga Rp1,5 juta/kg dan masuk radar pembeli mancanegara. “Ini bukan teori. Angka-angka ini nyata. Kita sedang bicara tentang peluang ekonomi masyarakat,” lanjut Hermansyah.
Dalam webinar ini, Wiwiek Joelijani dari BRIN menyampaikan bahwa BRIDA di setiap daerah punya peran strategis sebagai jembatan antara riset, inovasi, dan pelindungan kekayaan intelektual. “BRIDA harus aktif menggali potensi indikasi geografis dan mendampingi masyarakat hingga sertifikasi,” ujarnya.
Pelindungan indikasi geografis juga punya dampak sosial. Di Aceh, misalnya, setelah Kopi Gayo mendapat sertifikasi indikasi geografis, pendapatan petani meningkat hingga 30%, dan terbentuk koperasi petani yang kuat. “Semakin banyak indikasi geografis didaftarkan, semakin besar efek positifnya bagi komunitas lokal,” tutur Hermansyah.
BRIDA Provinsi Bali pun turut memaparkan keberhasilan mereka. Kepala BRIDA Bali, Ketut Wica, menyebutkan bahwa hingga Mei 2025, sudah 564 permohonan kekayaan intelektual difasilitasi, termasuk belasan indikasi geografis. “Gula Merah Dawan, Tenun Rang-Rang, sampai Arak Sidemen kami daftarkan untuk memastikan produk lokal punya pelindungan,” jelasnya.
DJKI juga mengingatkan bahwa indikasi geografis memberi hak eksklusif kepada pemiliknya. Tindakan pemalsuan atau penggunaan tanpa izin dapat dikenai hukuman pidana hingga 4 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar sesuai Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan IG. Hal ini penting untuk melindungi reputasi dan kualitas produk.
DJKI mengajak masyarakat untuk aktif melindungi kekayaan daerahnya. Proses pengajuan indikasi geografis bisa dimulai melalui dinas terkait atau langsung di laman resmi DJKI. “Kalau kita tidak melindungi produk khas kita, bisa jadi orang lain yang lebih dulu mengklaimnya,” pungkas Hermansyah.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menyelenggarakan Webinar OKE KI pada 28 Mei 2025. Kegiatan ini menghadirkan Sekretaris DJKI, Andrieansjah, sebagai narasumber dan mengusung tema “Melindungi Kekayaan Intelektual di Era Digital.
Rabu, 28 Mei 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) membuka akses lebih luas bagi masyarakat untuk mengenal dan mendalami isu-isu Kekayaan Intelektual (KI) melalui koleksi buku yang tersedia di perpustakaan fisik dan digital miliknya. Kini, masyarakat dapat meminjam buku-buku bertema KI serta berbagai topik lainnya secara daring melalui aplikasi ePerpusDJKI.
Senin, 26 Mei 2025
Komisi Banding Paten (KBP) Republik Indonesia (RI) menggelar sidang terbuka untuk dua permohonan banding atas uraian deskripsi dan klaim dari Toray Industries,Inc. dan Monsanto Technology LLC. di Gedung Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada Kamis, 22 Mei 2025.
Kamis, 22 Mei 2025
Rabu, 28 Mei 2025
Rabu, 28 Mei 2025
Rabu, 28 Mei 2025