Kunjungan Delegasi Global Pharmaceutical Firms

Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H Laoly didampingi Direktur Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang, Dede Mia Yusanti, serta Direktur Merek dan Indikasi Geografis Fathlurachman, dan Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan Kekayaan Intelektual (KI), Molan Tarigan menerima kunjungan delegasi Global Pharmaceutical Firms di Ruang Rapat Menteri, Lantai 5, Gedung Ex Sentra Mulia, Rabu (17/1/2017).

Menkumham, Yasonna H Laoly mengatakan bahwa Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dengan tangan terbuka bersedia menerima berbagai masukan dan saran untuk pelaksanaan Undang-Undang Paten.

“Termasuk pendekatan penggunaan kekayaan intelektual terkait akses produk farmasi yang bertanggung jawab, yang dapat diinsentifkan untuk perusahaan life sciences dan ditiru oleh sektor industri lainya, sesuai dengan internasional best practice dan memberi perlindungan yang baik kepada inventor, investor, dan masyarakat pada umumnya, “ Ujar Yasonna H Laoly.

Dalam kunjungan tersebut, Global Pharmaceutical Firms bermaksud ingin menawarkan kerja sama mengenai obat-obatan farmasi untuk obat HIV dan Anti Hepatitis melalui lisensi paten yang mereka miliki. “Mereka itu menawarkan semacam kerja sama tapi menggunakan lisensi paten,” Yasonna H Laoly menjelaskan.

Direktur Paten, DTLST, dan Rahasia Dagang, Dede Mia Yusanti mengatakan bahwa ada 2 (dua) macam lisensi paten, yaitu lisensi biasa dan lisensi wajib (Voluntary Licensing).“Sekarang dia menawarkan Voluntary Licensing untuk obat-obatan HIV dan Anti Hepatitis, jadi mereka sudah melakukan itu bekerja sama dengan beberapa negara,” ucap Dede Mia Yusanti.

Perlu diketahui, ketentuan mengenai lisensi wajib diatur pada Pasal 81-107 Undang-undang Paten No.13 Tahun 2016. Bahwa lisensi wajib merupakan lisensi non-eksklusif untuk melaksanakan Paten oleh pihak lain yang diberikan berdasarkan Keputusan Menteri atas dasar permohonan dengan alasan, Pemegang Paten tidak dapat melaksanakan kewajiban untuk membuat produk atau menggunakan proses di Indonesia dalam jangka waktu 36 (tiga puluh enam) bulan setelah diberikan Paten.

Menurut Dede Mia Yusanti, pada prinsipnya Global Pharmaceutical Firms bersedia memberikan lisensi dengan harga murah ke pabrik farmasi yang ada di Indonesia.
“Tapi bukan hanya satu, tapi beberapa, supaya antara pabrik obat generik itu saling berkompetisi, sehingga nanti harga obat diharapkan murah, karena ada kompetisi disitu,” Dede Mia Yusanti menambahkan.


TAGS

LIPUTAN TERKAIT

DJKI Atur Prosedur Perbaikan dan Koreksi Sertifikat Paten Lewat SAKI

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 38 Tahun 2018 mengatur secara teknis pengajuan perbaikan dan koreksi pada sertifikat paten. Kebijakan ini dilakukan guna meningkatkan ketepatan data dalam dokumen paten dan mendukung pelindungan hukum yang sah bagi pemegang paten.

Senin, 21 April 2025

Perempuan Indonesia di Balik Kesuksesan Film Animasi Jumbo

Film animasi terbaru Indonesia, 'Jumbo' yang melibatkan lebih dari 420 kreator lokal dari berbagai daerah ternyata menyimpan banyak kisah menarik mengenai peran perempuan di balik layarnya. Dari total kreator yang terlibat dalam berbagai tahapan produksi, mulai dari pengembangan visual hingga pasca-produksi, sekitar 15 persen di antaranya adalah perempuan.

Senin, 21 April 2025

DJKI dan Qualcomm Gelar Seminar for ASEAN Patent Examiners: Perkuat Perlindungan KI di Era Teknologi

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum bekerja sama dengan Qualcomm menggelar Seminar for ASEAN Patent Examiners di The Westin Hotel, Jakarta, pada Senin, 21 April 2025. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman dan kapasitas para pemeriksa paten dari Indonesia dan negara-negara ASEAN dalam menghadapi tantangan teknologi yang terus berkembang pesat.

Senin, 21 April 2025

Selengkapnya