Kiat Melindungi Karya Novel yang Diadaptasi ke Layar Lebar

Jakarta - Film sebagai karya sinematografi seringkali idenya berangkat dari karya buku atau novel. Produser film yang membutuhkan ide pembuatan film bisa mengacu pada kesuksesan sebuah novel untuk membuat projek berikutnya.

Kendati demikian, penulis buku Surga Yang Tak Dirindukan, Asma Nadia, menekankan pada para penulis novel untuk tidak langsung tergiur ketika ada produsen film yang ingin mengadaptasi karya ke layar lebar. 

“Kita harus sangat teliti untuk melihat setiap klausul yang disodorkan production house kepada kita sebagai penulis atau pemilik ide cerita pertama kali untuk memastikan tidak ada kerugian di kemudian hari,” ujar Asma dalam webinar POP HC bertajuk Peluang Karya Film yang Diadaptasi dari Novel pada Senin, 1 Agustus 2022.

Asma berpesan agar para penulis tidak langsung percaya kepada pihak lain yang memperlihatkan minat pada naskah tulisan. Para penulis baru boleh memperlihatkan seluruh ide cerita apabila telah terjadi kesepakatan yang sah.

Sebagai tambahan, Konsultan KI Justisiari P. Kusumah mengatakan penulis perlu juga memperhatikan apakah karyanya dibeli putus atau dibayar melalui royalti; apa saja hak dan kewajiban penulis selama proses dan pasca pembuatan film; jangka waktu pemberian lisensi; dan lain sebagainya.

Asma Nadia juga meneruskan menekankan pentingnya mendokumentasikan karya yang mungkin akan diadaptasi ke wahana misalnya seperti webseries, sinetron, atau merchandise. Langkah ini menurutnya wajib agar dapat menang jika ada sengketa di masa depan.

“Saya tidak diamkan karya yang saya buat. Saya kirim ke penerbit, ke majalah atau koran. Kemudian, saya juga selalu membuat pembaruan-pembaruan dari tulisan saya sehingga ketika ada orang yang mengklaim idenya mirip, saya punya bukti kepemilikan,” lanjutnya.

Hal serupa juga dijelaskan Koordinator Pelayanan Hukum dan Lembaga Manajemen Kolektif Agung Damarsasongko. Pencatatan karya di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM juga akan membantu para penulis untuk membuktikan kepemilikan jika suatu hari kelak terjadi sengketa. 

“Pencatatan hak cipta memang tidak wajib. Kendati demikian, penulis karya akan memiliki bukti kuat kepemilikan jika telah mencatatkan karya di DJKI,” kata dia.

Agung menceritakan bahwa perkembangan era digital telah membawa dampak positif dan negatif. Salah satunya adalah pembajakan yang seolah dimudahkan karena internet.

“Lagu atau karya yang diciptakan di sini misalnya, bisa dengan mudah diklaim milik orang dari negara lain karena memang aksesnya mudah. Nah, oleh karena itu pendokumentasian karya dan pencatatannya menjadi semakin penting,” kata dia.

Sebagai dukungan DJKI untuk para penulis dan kreator, pencatatan karya kini dapat dilakukan dengan cepat yaitu melalui Persetujuan Otomatis Pencatatan Hak Cipta (POP HC). Pencatatan bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja dengan waktu paling lama 10 menit asalkan kreator telah memiliki seluruh dokumen pendukung.

Pelaksana Tugas Direktur Kekayaan Intelektual Plt. Dirjen KI) Razilu menjelaskan bahwa selama tahun 2021, DJKI menerima pencatatan hak cipta sebanyak 83.078, naik 43 persen dari tahun 2020. 

“Melalui Sistem POP HC per tanggal 28 Juli 2022 sebanyak 55.131 permohonan jauh lebih baik dibandingkan permohonan pada tahun-tahun sebelumnya,” kata Razilu. 

Sistem Persetujuan Otomatis Pencatatan Hak Cipta (POP HC) telah diluncurkan dan digunakan sejak 20 Desember 2021. Para kreator dapat mengakses e-hakcipta.dgip.go.id untuk mengajukan permohonan pencatatan hak cipta. (kad/can)


LIPUTAN TERKAIT

Satgas IP Task Force Perkuat Koordinasi Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual di Ranah Digital

Menjawab tantangan tren pelanggaran kekayaan intelektual (KI) yang semakin marak melalui platform belanja daring dan sistem elektronik, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menggelar Rapat Koordinasi Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual bersama Satuan Tugas (Satgas) IP Task Force di Ruang Rapat DJKI Lantai 7, Jakarta, pada Kamis, 17 April 2025.

Kamis, 17 April 2025

Bahas Transformasi Digital di Bidang KI, DJKI Hadir dalam Forum WILD

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia berpartisipasi aktif dalam acara WIPO ICT Leadership Dialogue (WILD) yang berlangsung pada 14 hingga 16 April 2025. Keikutsertaan DJKI dalam forum global yang terselenggara di Kantor WIPO tersebut bertujuan untuk berbagi pengalaman terkait strategi digital, tantangan transformasi, dan praktik terbaik dalam lingkup administrasi dan layanan kekayaan intelektual (KI).

Rabu, 16 April 2025

Dirjen KI Terima Audiensi GNIK Bahas Program Pengembangan Talenta

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi dari Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK) di Kantor DJKI, pada Selasa, 16 April 2025. Kunjungan yang mempertemukan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu dengan Ketua Steering Committee GNIK Yunus Triyonggo ini membahas kolaborasi dalam penguatan manajemen pengembangan talenta bagi aparatur sipil negara khususnya DJKI. Kolaborasi ini menyoroti pentingnya pengelolaan sumber daya manusia unggul berbasis lima pilar strategis: manajemen modal manusia, kepemimpinan, pemahaman bisnis, ekonomi hijau, serta literasi dan keterampilan digital. Dengan harapan kolaborasi antara DJKI dan GNIK dapat melahirkan generasi pemimpin masa depan yang kompeten, adaptif, dan visioner.

Rabu, 16 April 2025

Selengkapnya