Indonesia Dorong Keseimbangan Pelindungan Hak Cipta pada Forum Internasional

Jenewa - Direktorat Jenderal kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia mengikuti The 46th session of the WIPO Standing Committee on Copyright and Related Rights (SCCR) yang diselenggarakan di Jenewa, Swiss pada tanggal 7 s.d. 11 April 2025. Dalam forum ini, Indonesia memberikan pernyataan sikap terhadap ketentuan mengenai Limitations and Exceptions (Pembatasan dan pengecualian Hak Cipta)  untuk perpustakaan, arsip, museum dan kepentingan disabilitas.

“Bersama Bapak Otto Rakhim Gani Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, kami menyampaikan pernyataan secara umum yaitu Indonesia percaya bahwa kemajuan yang berarti dalam batasan dan pengecualian tersebut, sangat penting untuk mengatasi kesenjangan yang terus-menerus dalam akses terhadap pengetahuan dan sumber daya pendidikan, terutama di negara-negara berkembang,” ujar Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Agung Damarsasongko sebagai delegasi dari Indonesia.

Menurutnya, pembatasan akses hak cipta seringkali menjadi penghalang bagi penyebaran materi terkait pendidikan dan budaya terutama pada lembaga atau institusi di daerah terpencil yang mengalami kekurangan sumber daya. 

Pasalnya saat ini dunia semakin bergantung pada konten digital, yang menyebabkan tantangan yang dihadapi justru semakin besar. Kemampuan untuk menyediakan akses yang adil terhadap pengetahuan tentu saja harus berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi.

“Pembatasan dan Pengecualian Hak Cipta tidak bertentangan dengan hak-hak pencipta, tetapi merupakan pelindungan komplementer yang memastikan sistem hak cipta yang seimbang dan inklusif yang mencerminkan keragaman realitas pembangunan,” terang Agung.

Selanjutnya, Agung menyampaikan beberapa isu lain yang dibahas dalam forum yang sama seperti pembahasan tentang draf Traktat Lembaga Penyiaran (Broadcasting Treaty). Draf ini merupakan upaya untuk menciptakan instrumen internasional yang nantinya akan melindungi hak-hak lembaga penyiaran sebagai hak terkait dalam era digital.

Beberapa hal yang dibahas seperti pelindungan terhadap lembaga penyiaran terkait pencurian sinyal atau pemancarluasan kembali program mereka tanpa izin, ruang lingkup dan hak-hak lembaga penyiaran, serta pengecualian yang diizinkan untuk kepentingan umum, pendidikan, dan penelitian.

Agung menjelaskan, saat ini karya siaran sudah banyak di akses secara streaming sehingga rumusan mengenai penyiaran memiliki pengertian ‘penyiaran’ transmisi ‘melalui cara apapun’. Dengan demikian, pengertian ini mencakup semua transmisi, termasuk melalui jaringan terestrial, kawat, kabel, satelit, jaringan komputer, dan melalui cara lainnya. 

“Konsep ‘penyiaran’ dalam draf traktat ini sepenuhnya telah mengikuti perkembangan teknologi informasi. Norma baru terkait dengan karya siaran sudah mulai terjadi perubahan, demikian pula dengan perkembangan kecerdasan buatan yang berkembang pesat dan mempengaruhi pelindungan atas karya-karya yang dihasilkan oleh pencipta,” tutur Agung.

“Pembahasan mengenai traktat ini sangat penting untuk memastikan keberlanjutan dan investasi dalam industri penyiaran,” tambahnya.

Selain itu, dalam forum ini juga membahas tentang hak cipta dalam lingkungan digital seperti isu-isu hak cipta dan kecerdasan buatan, tanggung jawab platform, pelindungan hak cipta online, akses lintas batas dan bagaimana menangani tantangan dan peluangnya.

Lebih lanjut, Agung mengharapkan pembahasan-pembahasan dalam forum ini dapat menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan untuk dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang Hak Cipta yang saat ini tengah gencar diupayakan oleh pemerintah Indonesia untuk melindungi hak-hak para pencipta di tanah air.

“Topik-topik yang disebutkan diatas sangat relevan untuk menjadi bahan pemikiran yang dapat dituangkan dalam RUU Hak Cipta, karena Isu-isu global yang dibahas pada SCCR ke 46 merupakan perkembangan baru di bidang hak cipta. Semoga dapat menghasilkan peraturan yang benar-benar melindungi secara adil bagi seluruh pencipta dan pemilik karya,” pungkasnya.



LIPUTAN TERKAIT

Satgas IP Task Force Perkuat Koordinasi Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual di Ranah Digital

Menjawab tantangan tren pelanggaran kekayaan intelektual (KI) yang semakin marak melalui platform belanja daring dan sistem elektronik, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menggelar Rapat Koordinasi Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual bersama Satuan Tugas (Satgas) IP Task Force di Ruang Rapat DJKI Lantai 7, Jakarta, pada Kamis, 17 April 2025.

Kamis, 17 April 2025

Bahas Transformasi Digital di Bidang KI, DJKI Hadir dalam Forum WILD

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia berpartisipasi aktif dalam acara WIPO ICT Leadership Dialogue (WILD) yang berlangsung pada 14 hingga 16 April 2025. Keikutsertaan DJKI dalam forum global yang terselenggara di Kantor WIPO tersebut bertujuan untuk berbagi pengalaman terkait strategi digital, tantangan transformasi, dan praktik terbaik dalam lingkup administrasi dan layanan kekayaan intelektual (KI).

Rabu, 16 April 2025

Dirjen KI Terima Audiensi GNIK Bahas Program Pengembangan Talenta

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi dari Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK) di Kantor DJKI, pada Selasa, 16 April 2025. Kunjungan yang mempertemukan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu dengan Ketua Steering Committee GNIK Yunus Triyonggo ini membahas kolaborasi dalam penguatan manajemen pengembangan talenta bagi aparatur sipil negara khususnya DJKI. Kolaborasi ini menyoroti pentingnya pengelolaan sumber daya manusia unggul berbasis lima pilar strategis: manajemen modal manusia, kepemimpinan, pemahaman bisnis, ekonomi hijau, serta literasi dan keterampilan digital. Dengan harapan kolaborasi antara DJKI dan GNIK dapat melahirkan generasi pemimpin masa depan yang kompeten, adaptif, dan visioner.

Rabu, 16 April 2025

Selengkapnya