Hak Cipta Karya Pekerja atau Freelancer Milik Siapa?

Jakarta - Belakangan ini kasus sengketa kekayaan intelektual (KI) kerap terjadi di Indonesia, di antaranya mengenai kontrak kerja antara perusahaan dengan karyawan atau mantan karyawannya di bidang hak cipta. Contoh ciptaan yang menjadi permasalahan antara lain desain gambar, karya tulis, maupun perangkat lunak. 

Beberapa mantan karyawan yang memproduksi karya kreatif kerap merasa dirugikan ketika karyanya digunakan kembali oleh perusahaan secara komersial di luar waktu yang diperjanjikan dalam kontrak dan dalam bentuk yang sebelumnya tidak disepakati dalam kontrak kerja. 

Menanggapi hal tersebut, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Anggoro Dasananto menyatakan para kreator memiliki hak moral dan hak ekonomi atas karya yang telah dibuatnya. Untuk itu, bagi calon karyawan maupun karyawan serta perusahaan harus memahami secara dalam aturan hak KI antara pemberi kerja dan pekerja. 

“Para pihak baik karyawan maupun perusahaan harus mempelajari secara detail kontrak perjanjian kerja untuk mempersempit timbulnya sengketa bagi para pihak. Berdasarkan hal yang telah dipaparkan, diperlukan suatu pemahaman khusus terkait pengalihan hak KI untuk kedua belah pihak,” kata Anggoro pada 27 Januari 2023 di kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). 

Pada dasarnya pemegang hak KI atas suatu ciptaan atau penemuannya adalah si pencipta, pendesain, penemu dari hasil karya tersebut. Walaupun begitu, tidak menutup kemungkinan bahwa hak tersebut beralih kepada perusahaan. Pengaturan mengenai hak dan kewajiban antara perusahaan dan karyawan sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dalam pasal 34 yaitu:

Pasal (34) : “Ciptaan dirancang oleh seseorang dan diwujudkan serta dikerjakan oleh Orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan Orang yang merancang, yang dianggap Pencipta yaitu Orang yang merancang Ciptaan.”

“Dalam UU Hak Cipta tersebut pencipta adalah orang yang merancang ciptaan (perusahaan) meskipun dikerjakan oleh karyawan. Walaupun begitu, undang-undang memberikan ruang bagi para pihak untuk mengatur hal tersebut,” tutur Anggoro.

Selanjutnya, Anggoro menerangkan bahwa pada dasarnya setiap perusahaan dapat mengatur pengalihan hak cipta terhadap segala instrumen hukum internal perusahaan yang tersedia di kontrak kerja atau perjanjian terpisah setelah karyawan mengundurkan diri dari perusahaan.

Berdasarkan hal tersebut, Anggoro mengimbau juga kepada para calon karyawan maupun karyawan sebagai pencipta karya agar harus sangat teliti untuk melihat setiap klausul yang disodorkan perusahaan. Hal ini untuk memastikan tidak ada kerugian di kemudian hari. 

Hal ini juga berlaku untuk pekerja lepas atau freelancer yang membuat karya kreatif. Pengaturan ini berdasarkan UU Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 pasal 36 yaitu:

Pasal (36) : “Kecuali diperjanjikan lain, Pencipta dan Pemegang Hak Cipta atas Ciptaan yang dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan yaitu pihak yang membuat Ciptaan.”

“Para freelancer pencipta karya, wajib memperhatikan apakah karyanya dibeli putus atau dibayar melalui royalti; apa saja hak dan kewajibannya selama proses dan pasca pembuatan karya; serta jangka waktu pemberian lisensi; dan lain sebagainya,” terang Anggoro.

Lebih lanjut, Anggoro menyampaikan bahwa dengan melakukan pencatatan karya di DJKI Kementerian Hukum dan HAM juga akan membantu para pemilik karya untuk membuktikan kepemilikan jika suatu hari kelak terjadi sengketa. 

“Pencatatan hak cipta memang tidak wajib. Kendati demikian, penulis karya akan memiliki bukti kuat kepemilikan jika telah mencatatkan karya di DJKI,” pungkasnya.(ver/kad)



TAGS

#Hak Cipta

LIPUTAN TERKAIT

Menemukan Titik Temu: Hak Cipta dan Hak Asasi Manusia di Era Digital

Di era digital yang semakin kompleks, hubungan antara hak cipta dan hak asasi manusia (HAM) menjadi sorotan penting. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum gelar webinar pada Kamis, 24 April 2025, di Kantor DJKI bersama Anggara Suwahju, Managing Director Chayra Law Center, menyoroti pentingnya mencari keseimbangan antara pelindungan terhadap pencipta karya dan kebebasan masyarakat untuk mengakses informasi.

Kamis, 24 April 2025

DJKI dan WIPO Bahas Penguatan Transformasi Digital Layanan KI

Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat pelindungan kekayaan intelektual (KI) di Indonesia. Salah satu langkah strategis yang diambil adalah menguatkan jalinan kolaborasi dengan World Intellectual Property Organization (WIPO) dalam pengembangan sistem administrasi KI berbasis teknologi informasi yang terintegrasi dan modern.

Rabu, 23 April 2025

DJKI Gelar Pertemuan Bersama JICA Bahas Peluang Kerja Sama

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menggelar pertemuan bersama Japan International Cooperation Agency (JICA) EXPERT on IP di Kantor DJKI, pada 22 April 2025. Kegiatan yang membahas peluang kerja sama antara DJKI dan JICA tersebut turut mempertemukan Direktur Kerja Sama dan Edukasi Yasmon dengan Inoue Kazutoshi sebagai penerus Oka Hiroyuki yang telah selesai bertugas sebagai JICA EXPERT on IP di tahun ini.

Selasa, 22 April 2025

Selengkapnya