DJKI Upayakan KI Menjadi Objek Jaminan Fidusia

Yogyakarta - Kekayaan intelektual (KI) merupakan hak eksklusif yang dijamin oleh hukum kepada seseorang atau sekelompok orang atas karyanya. KI pada dasarnya merupakan aset yang memiliki nilai ekonomis dan dapat digolongkan sebagai aset perusahaan dalam kategori aset tidak berwujud (intangible asset). 

Aset ini dapat membuka peluang untuk mendapatkan kredit baik bagi perusahaan atau pun inventor dan pencipta yang memiliki KI untuk mengeksploitasinya atau untuk investasi yang lebih luas.

Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan KI Sri Lastami mengatakan bahwa Indonesia memiliki ketentuan KI yang digunakan sebagai jaminan kredit atau pinjaman ke bank yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif.

“Pemerintah Indonesia telah meletakkan dasar bagi skema pembiayaan berbasis KI melalui lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank bagi para pelaku ekonomi kreatif,” kata Lastami pada kegiatan Focus Grup Discussion (FGD) Hak Kekayaan Intelektual sebagai Objek Jaminan Fidusia pada Lembaga Keuangan di Eastparc Hotel Yogyakarta, 23 Oktober 2023.

Hal ini sejalan dengan hasil sidang United Nations Commission on International Trade Law (UNCITRAL) ke-13 tahun 2008 yang menyatakan bahwa KI telah dijadikan sebagai agunan untuk mendapatkan kredit perbankan secara internasional. 

Lastami menjelaskan bahwa KI yang bisa dijadikan sebagai objek jaminan utang merupakan KI yang telah tercatat atau terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM selaku instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan di bidang kekayaan intelektual.

“Pada kenyataannya, menjadikan KI sebagai objek jaminan fidusia bukan hal yang mudah dilakukan. Hingga saat ini belum ada pedoman penilaian atas nilai ekonomis benda tidak berwujud seperti hak cipta maupun paten,” ucap Lastami.

Jika sampai saat ini masih belum ada ketentuan maupun pedoman yang pasti, lantas Jika kreditnya bermasalah, bagaimana eksekusinya atas KI tersebut?

Pertama, yang perlu diketahui bahwa konstruksi KI di Indonesia dibagi menjadi hak ekonomi dan hak moral. KI dapat menjadi jaminan fidusia sebatas pada hak ekonominya saja. Kedua, hak ekonomi yang bisa dialihkan contohnya hak cipta, membuat pemegang hak cipta tidak selalu si pencipta.

“Misalnya hak cipta buku menjadi komersial ketika sudah dijual. Saat penulis memberi lisensi penerbitan, yang bisa jadi debitur itu penulis atau penerbit? Sama halnya dengan pencipta musik, produser, artis yang menampilkan pertunjukkan musik. Masing-masing memiliki hak ekonomi untuk suatu wujud karya yang sama,” jelas Lastami.

Menurutnya, perlu ada kejelasan mengenai siapa yang berhak menjadi debitur dalam jaminan fidusia berupa KI. Diperlukan sistem penaksiran yang bisa dipercaya jika masih ingin mempertahankan KI sebagai jaminan fidusia.

“Sistem penaksiran ini perlu dikelola lembaga khusus untuk menjamin nilai hak yang dibebani fidusia dapat dinikmati pemegang fidusia jika debitur cidera janji. Hal lain yang perlu disediakan adalah pasar untuk menguangkan hak tagih dalam bentuk KI tersebut,” jelas Lastami.

Pada implementasinya, KI sebagai objek jaminan fidusia memiliki tantangan dan kendala antara lain jangka waktu pelindungan KI yang terbatas. Perlu ada revisi PP jaminan fidusia untuk menyesuaikan dengan karakter khusus KI sebagai objek jaminan. 

“Perlu kesiapan serta kolaborasi yang baik antara DJKI, para pemilik KI, perbankan dan lembaga keuangan non bank serta notaris untuk berdiskusi lebih lanjut mengenai implementasi KI sebagai objek jaminan fidusia dalam memperoleh kredit di sektor jasa keuangan,” pungkas Lastami. (uh/ver)



LIPUTAN TERKAIT

Satgas IP Task Force Perkuat Koordinasi Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual di Ranah Digital

Menjawab tantangan tren pelanggaran kekayaan intelektual (KI) yang semakin marak melalui platform belanja daring dan sistem elektronik, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menggelar Rapat Koordinasi Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual bersama Satuan Tugas (Satgas) IP Task Force di Ruang Rapat DJKI Lantai 7, Jakarta, pada Kamis, 17 April 2025.

Kamis, 17 April 2025

Bahas Transformasi Digital di Bidang KI, DJKI Hadir dalam Forum WILD

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia berpartisipasi aktif dalam acara WIPO ICT Leadership Dialogue (WILD) yang berlangsung pada 14 hingga 16 April 2025. Keikutsertaan DJKI dalam forum global yang terselenggara di Kantor WIPO tersebut bertujuan untuk berbagi pengalaman terkait strategi digital, tantangan transformasi, dan praktik terbaik dalam lingkup administrasi dan layanan kekayaan intelektual (KI).

Rabu, 16 April 2025

Dirjen KI Terima Audiensi GNIK Bahas Program Pengembangan Talenta

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi dari Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK) di Kantor DJKI, pada Selasa, 16 April 2025. Kunjungan yang mempertemukan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu dengan Ketua Steering Committee GNIK Yunus Triyonggo ini membahas kolaborasi dalam penguatan manajemen pengembangan talenta bagi aparatur sipil negara khususnya DJKI. Kolaborasi ini menyoroti pentingnya pengelolaan sumber daya manusia unggul berbasis lima pilar strategis: manajemen modal manusia, kepemimpinan, pemahaman bisnis, ekonomi hijau, serta literasi dan keterampilan digital. Dengan harapan kolaborasi antara DJKI dan GNIK dapat melahirkan generasi pemimpin masa depan yang kompeten, adaptif, dan visioner.

Rabu, 16 April 2025

Selengkapnya