Jakarta - Saat ini Indonesia telah memasuki era 5.0, yang mengintegrasikan ruang maya dan ruang fisik. Integrasi tersebut dilakukan untuk membuat semua hal menjadi lebih mudah. Salah satunya adalah perdagangan dan pembelian secara digital dengan Non-Fungible Token (NFT).
NFT adalah aset digital dengan metadata unik yang dilampirkan pada token untuk digunakan sebagai koleksi digital atau aset digital yang mewakili objek dunia nyata seperti lukisan, seni musik, item dalam game, hingga video pendek. Transaksi NFT akan tercatat dalam sebuah data pada blockchain. Data tersebut berisi informasi tentang pencipta, harga, dan histori kepemilikan aset NFT.
“Pembuktian karya tercatat pada jaringan blockchain tidak dapat diedit dan dihapus dikarenakan karya cipta berbentuk smart contract yang dibungkus dalam bentuk sebuah token digital harus tunduk dengan isi smart contract di dalamnya,” ujar Agung Damarsasongko, Koordinator Pelayanan Hukum dan Lembaga Manajemen Kolektif pada kegiatan Organisasi Pembelajaran (OPERA DJKI), Senin, 13 Maret 2023.
NFT sendiri merupakan hal penting dalam pelindungan hak cipta. Pada NFT dapat membuktikan bahwa sebuah karya seni lebih dulu ada karena tercatat lebih awal. Ini merupakan bukti kuat dari lahirnya karya tersebut, hal inilah yang membuat NFT menjadi teknologi enabler untuk melindungi hak cipta.
“Contohnya bisa dilihat pada Aplikasi Baliola. Aplikasi tersebut merupakan NFT Marketplace pertama di Bali yang pembuktiannya kepemilikannya dilakukan dengan cara melihat historikal bukti pembuatan karya, surat pernyataan hak cipta, serta pada spesifikasi teknis karya yang dipasarkan,” terang Agung.
Sementara itu, pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) terdapat tiga pilar sistem hak cipta, antara lain regulasi yang mengatur dan menjamin hak-hak pencipta serta pelindungan hukum atas karya-karya yang dihasilkan, sistem penegakan hukum yang melindungi pelanggar atas hak cipta, serta manajemen pengelolaan hak yang terkait komersialisasi karya cipta.
“Dari perspektif hak cipta sulit dinyatakan bahwa pembuatan NFT merupakan sebuah karya. Hal ini disebabkan karena NFT merupakan serangkaian angka. Ada coding yang dihasilkan dari sebuah karya,” tambah Agung.
Dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta memang belum mengatur secara jelas mengenai Non-Fungible Token atau NFT. Namun, jika dilihat dari prinsip dasar, NFT merupakan karya berbasis program komputer sehingga dapat dilindungi secara hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 40 ayat (1) huruf s Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yaitu pelindungan atas Program Komputer.
Namun apabila ditarik dari dasar hak cipta, maka karya atau ciptaan awal jelas dilindungi hak cipta sejak diwujudkan dalam bentuk nyata atau pertama kali diumumkan.
“Perlu adanya kajian mendalam terkait hal ini karena karya digital NFT hanyalah berupa angka-angka atau kode-kode, sehingga perlu ada pembahasan mendalam dari stakeholder terkait,” tambah Agung.
Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri tetap memberikan pelindungan atas karya aslinya, tetapi atas karya dalam bentuk NFT masih agak sulit untuk membuktikan orisinalitas dari karya yang tersebar sehingga NFT masih belum dapat diberikan pelindungan. Walaupun begitu, pencipta NFT dapat menerima royalti ketika NFT mereka dijual, meskipun konten yang mendasarinya tidak dapat dilindungi hak ciptanya. (DMS/SAS)
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum menerima audiensi dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kanwil Kemenkum) Papua di Kantor DJKI, pada Kamis, 08 Mei 2025. Kunjungan ini disambut langsung oleh Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu didampingi Direktur Teknologi Informasi Ika Ahyani Kurniawati dengan Kepala Kanwil Kemenkum Papua Anthonius M Ayorbaba membahas terkait laporan kegiatan yang diselenggarakan saat Hari Kekayaan Intelektual Sedunia Tahun 2025 pada 26 April lalu. Kanwil Kemenkum Papua berhasil mencatat pencapaian luar biasa, yakni menerbitkan sebanyak 3.960 sertifikat kekayaan intelektual, yang terdiri dari pendaftaran merek, hak cipta, dan desain industri. Angka tersebut jauh melampaui target awal sebanyak 1.000 pendaftaran dari tahun 2021 hingga 2025. Pencapaian ini menjadi bukti antusiasme atas meningkatnya kesadaran masyarakat Papua terhadap pentingnya pelindungan kekayaan intelektual.
Kamis, 8 Mei 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia mengadakan pertemuan bilateral dengan Korean Intellectual Property Office (KIPO) di sela-sela Pertemuan ASEAN Working Group on Intellectual Property Cooperation (AWGIPC) ke-75 yang diadakan pada 6 Mei 2025 di Siem Reap, Kamboja. Pertemuan ini untuk membahas perkembangan informasi kekayaan intelektual (KI) di antara kedua negara.
Selasa, 6 Mei 2025
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu memimpin delegasi Indonesia dalam pertemuan ASEAN Working Group on Intellectual Property Cooperation (AWGIPC) ke-75 yang diadakan pada 5 s.d. 9 Mei 2025 di Siem Reap, Kamboja. Pihaknya menyampaikan, pertemuan ini dihadiri oleh pimpinan dan perwakilan dari kantor kekayaan intelektual (KI) negara-negara anggota untuk membahas beragam isu KI.
Selasa, 6 Mei 2025
Jumat, 9 Mei 2025
Kamis, 8 Mei 2025
Kamis, 8 Mei 2025