DJKI Ajak Lembaga Keuangan Akui Potensi Ekonomi Kekayaan Intelektual

Tangerang - Kekayaan Intelektual (KI) bukanlah sekadar biaya, melainkan investasi. Nilai ekonominya bisa meningkat jauh melebihi biaya ketika pendaftaran, ungkap Andrieansjah selaku Sekretaris Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual pada acara Indonesia International Valuation Conference (IIVC) 2025 di International Convention & Exhibition (ICE) BSD, Tangerang pada Rabu, 23 April 2025. 

Dalam paparannya, ia menyatakan bahwa KI tidak hanya sebagai aset individu, tetapi juga aset ekonomi nasional yang memiliki nilai tambah sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

“Sebagai contoh sertifikat hak atas merek yang dapat diperjualbelikan, dilisensikan, dijaminkan, bahkan diwariskan. Hal ini menjadikan KI sebagai aset bisnis yang nyata meski tak berwujud,” tambah Andrieansjah. 

Oleh karena itu, DJKI terus mendorong pengakuan KI sebagai aset ekonomi yang dapat digunakan sebagai jaminan pembiayaan. Skema pembiayaan berbasis KI memungkinkan pelaku ekonomi kreatif menjadikan hak KI mereka sebagai jaminan utang, baik di lembaga keuangan bank maupun non-bank.

“Beberapa negara seperti Korea Selatan telah menerapkan skema ini dengan pinjaman berbasis KI mencapai 3/4 dari nilai asetnya. Selain itu, Singapura, sudah memiliki skema pembiayaan KI dan bank khusus KI dengan proporsi alokasi dana seperti 50% untuk riset dan pengembangan, dan 25% untuk perlindungan KI,” jelas Andrieansjah. 

Berkaca dari penerapan skema pembiayaan pada kedua negara tersebut Indonesia telah berupaya melalui pembuatan regulasi yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 mengenai pembiayaan ekonomi kreatif yang melibatkan Kementerian Hukum, Kementerian Ekonomi Kreatif, dan Kementerian Keuangan. 

"Disisi lain, terdapat tantangan dalam penerapan pembiayaan berbasis KI di Indonesia yaitu membangun kepercayaan lembaga keuangan serta menyediakan penilai KI dan lembaga penjamin yang kredibel,” terang Andrieansjah. 

Andrieansjah berharap melalui penguatan regulasi, standardisasi kebijakan KI, edukasi kepada sektor perbankan dan dunia usaha, serta promosi pasar sekunder menjadi langkah strategis agar pembiayaan berbasis KI dapat berkembang secara optimal di Indonesia.

Sebagai informasi, IIVC 2025 merupakan Konferensi yang diselenggarakan oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) diikuti oleh lebih dari 300 peserta yang terdiri dari para penilai profesional dari dalam negeri dan luar negeri dan turut menghadirkan narasumber professional yang akan berbagi pengalaman dalam dunia penilaian aset. (SGT/SYL)



LIPUTAN TERKAIT

Lindungi Produk Daerah, Bangun Ekonomi Lewat Indikasi Geografis

Produk lokal bisa mendunia dan mendapatkan nilai tinggi jika dilindungi melalui Indikasi Geografis. Hal ini menjadi fokus utama webinar yang digelar Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum RI bekerja sama dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) seluruh Indonesia pada Rabu, 28 Mei 2025.

Rabu, 28 Mei 2025

Pelestarian Seni Budaya Melalui Pelindungan Kekayaan Intelektual

Museum Wayang merupakan salah satu benteng dalam menjaga warisan budaya wayang melalui wisata sejarah. Tidak hanya sebagai tempat penyimpanan dan pameran berbagai jenis wayang dari seluruh Indonesia, museum ini juga berfungsi sebagai sarana edukasi bagi masyarakat yang ingin memahami lebih dalam seni pertunjukan wayang.

Senin, 26 Mei 2025

Sinergi DJKI dan Kanwil Kemenkum Sumut Pacu Pencatatan KIK

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) berkolaborasi dengan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum (Kemenkum) Sumatera Utara menggelar kegiatan Fasilitasi dan Konsultasi Inventarisasi Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) pada 6 Mei 2025. Kegiatan yang berlangsung di Kantor Wilayah Kemenkum Sumatera Utara ini menjadi wadah bagi perwakilan dari berbagai Dinas Kabupaten di Sumatera Utara untuk meningkatkan pemahaman dan melakukan inventarisasi KIK di wilayah masing-masing.

Selasa, 6 Mei 2025

Selengkapnya