Angkat Nilai Kerajinan Daerah melalui Pelindungan Indikasi Geografis

Jakarta - Pelindungan Indikasi Geografis menjadi langkah strategis untuk mengangkat daya saing produk kerajinan Indonesia di kancah internasional. Indikasi geografis bukan hanya soal reputasi dan legalitas, tetapi juga instrumen untuk memuliakan tangan-tangan pengrajin lokal yang selama ini menjadi penyangga budaya dan ekonomi daerah.

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu menekankan, sektor kerajinan di Indonesia sangat kaya, akan tetapi baru sedikit yang terlindungi indikasi geografisnya. Hal ini sangat disayangkan karena dengan pelindungan tersebut dapat memperkuat perekonomian daerah dan menghadirkan karya bangsa ke pentas dunia.

“Dari 193 produk indikasi geografis yang terdaftar hingga pertengahan 2025, hanya 35 berasal dari sektor kerajinan. Padahal potensi kita luar biasa,” ujarnya dalam sambutannya pada acara Webinar OKE KI bertajuk Dari Tangan Pengrajin untuk Dunia: Indikasi Geografis sebagai Penguat Daya Saing Kerajinan Indonesia pada Kamis, 31 Juli 2025.

Razilu menyebut, perbandingan dengan India menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal jauh. Sebagai negara yang sama-sama dikenal dengan kekayaan budaya dan tradisi serta kekayaan kriya yang berakar pada kearifan lokal, hampir 50 persen produk indikasi geografis adalah kerajinan.

“Kesamaan karakter ini seharusnya menjadi peluang besar juga bagi Indonesia untuk mampu mengembangkan pelindungan dan pemanfaatan indikasi geografis di sektor kerajinan sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh India dan negara-negara lain,” papar Razilu.

Menurutnya, pelindungan indikasi geografis pada kerajinan memberikan banyak manfaat, seperti jaminan mutu, reputasi, dan peningkatan nilai ekonomi serta akses pasar. Pihaknya mencontohkan Batik Nitik Yogyakarta yang mengalami peningkatan penjualan 20-25% setelah bersertifikat indikasi geografis. Pelindungan ini menambahkan kepercayaan konsumen atas jaminan keaslian dan kualitas produk.

Lebih lanjut, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual juga terus mendorong promosi produk indikasi geografis ke forum internasional. Produk-produk kerajinan seperti Tenun Cual Sambas dan Tenun Ikat Sekomandi telah dipamerkan dalam ajang internasional, termasuk pada pameran di World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa. 

“Ini bukan sekadar pameran, momentum ini menjadi jembatan diplomasi ekonomi untuk memperluas akses pasar produk Indikasi Geografis Indonesia, termasuk sektor kerajinan,” ungkap Razilu.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Merek dan Indikasi Geografis, Hermansyah Siregar menjelaskan kegiatan pameran tersebut merupakan bukti DJKI tidak hanya menerbitkan sertifikat, tetapi juga memberikan pendampingan menyeluruh terhadap seluruh proses pelindungan indikasi geografis. 

“Kami bantu melalui pendampingan mulai dari identifikasi, penyusunan dokumen deskripsi, pelatihan, hingga akses promosi dengan kegiatan-kegiatan yang telah kami susun,” kata Hermansyah.

Hermansyah menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor, termasuk Dekranas, Dekranasda, dan pemerintah daerah karena pelindungan indikasi geografis tidak hanya berhenti pada proses pendaftaran saja. Membutuhkan peran serta pemerintah daerah juga untuk proaktif mengidentifikasi produk kriya unggulan pada wilayahnya.

“Ini dibutuhkan kolaborasi oleh seluruh pemangku kepentingan, baik instansi, masyarakat, DJKI, dan para akademisi. Indikasi geografis pada produk-produk kerajinan lokal ini sangat berpotensial untuk meningkatkan perekonomian daerah. Harus dipahami, ini jangan dianggap sebagai beban, tetapi justru ini peluang emas,” pungkas Hermansyah.

Dengan semangat kolaboratif dan pelindungan menyeluruh, DJKI optimistis bahwa indikasi geografis akan menjadi kunci penting dalam menjaga warisan budaya sekaligus memperkuat ekonomi kreatif berbasis kerajinan di Indonesia.

 



LIPUTAN TERKAIT

Pelindungan Hak Cipta untuk Ahli Waris Saat Pencipta Telah Meninggal

Warisan bisa berupa rumah, tanah, atau harta benda lainnya kepada keluarga. Namun, tak sedikit yang lupa bahwa karya cipta seperti lagu, buku, lukisan, atau program komputer juga merupakan warisan berharga yang dilindungi hukum. Hak cipta tidak otomatis berakhir saat sang pencipta meninggal dunia. Sebaliknya, hak tersebut tetap hidup dan dapat diwariskan kepada ahli waris, memberikan manfaat ekonomi yang sah dan perlindungan moral yang tak lekang oleh waktu.

Kamis, 31 Juli 2025

DJKI Gelar Pembelajaran Daring Pelindungan Kekayaan Intelektual bagi Sentra KI

Jakarta — Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum kembali menyelenggarakan Pembelajaran Daring Modul Pelindungan Kekayaan Intelektual (KI) Tingkat Menengah bagi Sentra KI yang dilaksanakan selama tiga hari, mulai 29 hingga 31 Juli 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen DJKI untuk meningkatkan pemahaman dan kapasitas sumber daya manusia di bidang KI, khususnya bagi pengelola Sentra KI di perguruan tinggi maupun lembaga/kementerian.

Selasa, 29 Juli 2025

DJKI Matangkan RPP Baru Komisi Banding Paten

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Komisi Banding Paten di Hotel Gran Melia, Jakarta, Senin 28 Juli 2025. Penyusunan ini sangat penting untuk menyesuaikan tugas dan fungsi Komisi Banding Paten sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 65 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.

Senin, 28 Juli 2025

Selengkapnya