Traktat Marrakesh Lindungi Hak Kaum Disabilitas Netra Dapatkan Akses Informasi

Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta terdapat pasal yang mengatur aspek pengecualian hak cipta untuk kepentingan akses informasi tidak hanya untuk tunanetra, tetapi juga secara luas untuk orang dengan masalah membaca barang cetakan.
Undang-undang tersebut merupakan implementasi terhadap Traktat Marrakesh. Dimana Indonesia pada 24 September 2013 lalu telah menandatangani perjanjian internasional Traktat Marrakesh untuk Fasilitasi Akses atas Ciptaan yang Dipublikasi bagi Penyandang Tunanetra, Gangguan Penglihatan, atau Disabilitas dalam Membaca Karya Cetak.
Menurut Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Erni Widhyastari, Traktat Marrakesh pada hakekatnya merupakan perjanjian yang bertujuan untuk memberikan fasilitasi akses atas karya cetak bagi para penyandang tunanetra, gangguan penglihatan dan disabilitas dalam membaca.

“Perjanjian ini berfokus pada pengecualian hak cipta untuk memfasilitasi pembuatan buku dan karya hak cipta lainnya dalam versi yang dapat diakses penyandang disabilitas”, ujar Erni Widhyastari saat di temui di kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kamis (26/7/2018).

Menurut Erni, perjanjian tersebut menetapkan norma bagi negara-negara yang meratifikasi perjanjian tersebut untuk memiliki pengecualian hak cipta dan memungkinkan untuk mengimpor dan mengekspor karya-karya cetak tersebut.

Bagi penyandang disabilitas netra untuk memperoleh akses informasi sangat terbatas, karena di pasaran jarang ditemukan terbitan buku yang aksesibel bagi tunanetra.

Ketua Yayasan Mitra Netra, Bambang Basuki mengungkapkan jenis buku dalam versi Braille yang dihasilkan masyarakat atau lembaga penyedia sangat terbatas jenis dan jumlahnya.

“Buku Braille yang tersedia umumnya bukan jenis buku yang memuat simbol khusus, seperti buku matematika, fisika, kimia, Arab, atau musik”, ucap Bambang.

Menurutnya, hal tersebut disebabkan karena keterbatasan spesialis penyalin Braille untuk buku yang memuat simbol khusus tersebut pada sebagian besar lembaga penyedia.

Hal lain yang menyulitkan tunanetra khususnya peserta didik tunanetra untuk memperoleh buku yang diwajibkan lembaga pendidikan yang diikutinya adalah belum ada lembaga penyedia yang secara konsisten memproduksi buku sesuai permintaan tunanetra.

“Di samping karena keterbatasan spesialis Braille juga persoalan anggaran. Sebagian besar lembaga penyedia bergantung pada subsidi atau proyek Braille dari pemerintah”, Bambang Basuki menjelaskan.

Oleh karena itu, Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berupaya untuk memenuhi kebutuhan hak penyandang disabilitas netra dalam memperoleh akses informasi tanpa melanggar hak cipta, dengan meratifikasi Traktat Marrakesh ke dalam Peraturan Pemerintah.


TAGS

#Hak Cipta

LIPUTAN TERKAIT

Satgas IP Task Force Perkuat Koordinasi Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual di Ranah Digital

Menjawab tantangan tren pelanggaran kekayaan intelektual (KI) yang semakin marak melalui platform belanja daring dan sistem elektronik, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menggelar Rapat Koordinasi Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual bersama Satuan Tugas (Satgas) IP Task Force di Ruang Rapat DJKI Lantai 7, Jakarta, pada Kamis, 17 April 2025.

Kamis, 17 April 2025

Bahas Transformasi Digital di Bidang KI, DJKI Hadir dalam Forum WILD

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia berpartisipasi aktif dalam acara WIPO ICT Leadership Dialogue (WILD) yang berlangsung pada 14 hingga 16 April 2025. Keikutsertaan DJKI dalam forum global yang terselenggara di Kantor WIPO tersebut bertujuan untuk berbagi pengalaman terkait strategi digital, tantangan transformasi, dan praktik terbaik dalam lingkup administrasi dan layanan kekayaan intelektual (KI).

Rabu, 16 April 2025

Dirjen KI Terima Audiensi GNIK Bahas Program Pengembangan Talenta

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi dari Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK) di Kantor DJKI, pada Selasa, 16 April 2025. Kunjungan yang mempertemukan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu dengan Ketua Steering Committee GNIK Yunus Triyonggo ini membahas kolaborasi dalam penguatan manajemen pengembangan talenta bagi aparatur sipil negara khususnya DJKI. Kolaborasi ini menyoroti pentingnya pengelolaan sumber daya manusia unggul berbasis lima pilar strategis: manajemen modal manusia, kepemimpinan, pemahaman bisnis, ekonomi hijau, serta literasi dan keterampilan digital. Dengan harapan kolaborasi antara DJKI dan GNIK dapat melahirkan generasi pemimpin masa depan yang kompeten, adaptif, dan visioner.

Rabu, 16 April 2025

Selengkapnya