JAKARTA - Tumbuhnya bisnis online di Indonesia tentunya dibarengi dengan makin banyaknya nama domain terdaftar. Tidak sedikit konflik terjadi mengingat pendaftaran nama domain belum mensyaratkan kepemilikan hak merek atas nama yang digunakan sebagai nama domain tersebut.
Domain sebagai penunjuk suatu halaman tertentu menjadi sangat signifikan dalam merepresentasikan suatu produk atau perusahaan, sehingga rentan disalahgunakan. Beberapa merek terkenal seperti Netflix dan Daniel Wellington pernah tersandung konflik merek dan nama domain.
“Apabila terdapat kesamaan antara merek terdaftar suatu pihak dengan nama domain yang dimiliki oleh pihak lain dan salah satu pihak ingin membatalkan atau menghapuskan merek terdaftar atau nama domain pihak lainnya, maka dapat dilakukan penyelesaian dari perspektif hukum merek berdasarkan UU Merek dan perspektif nama domain mengacu pada UU tentang informasi dan transaksi elektronik”, tegas Nofli, Direktur Merek dan Indikasi Geografis. Saat ini, terdapat istilah Cyber-squatters untuk orang yang mendaftarkan merek, nama atau bisnis terkenal yang tidak ada kaitannya dengan pendaftar, kemudian menjual nama domain langsung ke perusahaan atau pihak terkait dengan harga yang lebih tinggi. Di sisi lain, ada pula Cyber-parasite, yaitu pihak yang memanfaatkan ketenaran dari merek atau nama tertentu, dengan mendaftarkan atau menggunakan nama domain yang berkonotasi dengan merek atau nama terkenal tersebut.
Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI) Cita Citrawinda, mengungkapkan bahwa nama domain memiliki konflik dengan merek karena tidak adanya keterkaitan antara sistem pendaftaran merek dengan pendaftaran nama domain.
“Kemungkinannya sangat kecil untuk permohonan suatu merek ditolak karena nama merek tersebut sudah digunakan terlebih sebagai nama domain oleh pihak lain, karena pemeriksa merek melakukan pemeriksaan berdasarkan ketentuan yang diatur oleh undang-undang merek, khususnya pasal 20 dan 21, tambah Agung Indriyanto, Kasubdit Pelayanan Hukum dan Fasilitasi Komisi Banding Merek.”
Kegiatan yang diselenggarakan secara virtual melalui aplikasi Zoom dan Youtube oleh Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) (27/8), turut dihadiri oleh pakar hukum, pakar HKI dan pemerintah Kegiatan meeting ini sekaligus sebagai ajang sosialisasi Kebijakan Penyelesaian Perselisihan Nama Domain (PPND) yang sejak pada tanggal 25 Februari 2019 telah masuk ke versi 7.0. PANDI sendiri merupakan organisasi nirlaba berbadan hukum perkumpulan yang sejak tanggal 29 Juni 2007, oleh pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi Indonesia secara resmi diberi delegasi untuk proses administrasi domain .id