Plt. Dirjen Kekayaan Intelektual: Catatkan Karya Cipta Memperkuat Bukti Kepemilikan Hak Cipta
Oleh Admin
Plt. Dirjen Kekayaan Intelektual: Catatkan Karya Cipta Memperkuat Bukti Kepemilikan Hak Cipta
Jayapura - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menerima permohonan online pencatatan ciptaan karya seni batik bermotifkan burung cendrawasih dan rumah adat honai khas Papua.
Pencipta seni motif batik tersebut adalah Yohanes Walilo putra asli Papua. Dirinya menjelaskan bahwa motif batik yang dibuatnya untuk menunjukan ciri khas dari budaya Papua.
Yohanes kemudian menjelaskan filosofi dari motif batiknya yaitu gambar burung cendrawasih merupakan burung yang hanya ada di wilayah Papua. Selain itu, ada pula rumah Honai yang merupakan salah satu rumah khas Papua, namun tidak dapat ditemukan di seluruh Papua, hanya dapat temui pada suku Dani tepatnya di lembah Baliem, Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Pihak DJKI Kemenkumham menilai bahwa motif batik milik Yohanes perlu dicatatkan, sebab, motif tersebut belum ada dipasaran. Di mana yang membedakan motif batik milik Yohanes dengan yang beredar dipasaran adalah pada sisi belakang pakaian batik bergambarkan rumah adat honai, dimodifikasi dengan menambahkan ilustrasi panah dan perisai khas Papua.
Yohanes merasa pencatatan karya ciptaannya ke DJKI Kemenkumham perlu dilakukan sebagai upaya untuk mendapat kepastian hukum agar ciptaannya tidak ditiru dan dijiplak oleh orang lain.
Motif batik merupakan salah satu unsur jenis ciptaan yang dapat dilindungi hak ciptanya.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 40 Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Karya seni batik yang dimaksud dalam UU Hak Cipta yaitu adalah motif batik kontemporer yang bersifat inovatif, masa kini, dan bukan tradisional.
Di mana jangka waktu pelindungan hak cipta atas karya seni batik kontemporer berlaku selama seumur hidup pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia.
Pelaksana Tugas Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (Plt. Dirjen KI) Razilu mengatakan bahwa sekalipun pelindungan hak cipta itu bersifat deklaratif, yaitu suatu karya akan terlindungi secara otomatis setelah karya tersebut dipublikasikan ke publik.
“Namun, untuk memperkuat pelindungan hak cipta, para pelaku seni dan insan kreatif perlu mencatatkan karya ciptanya ke DJKI. Hal ini berguna untuk memperkuat bukti kepemilikan manakala terjadi sengketa,” kata Razilu.
Razilu pun menyebutkan beberapa keuntungan dalam pencatatan hak cipta, diantaranya memudahkan pembuktian atas ciptaan yang dimiliki jika ada sengketa di pengadilan; Informasi ciptaan dan produk hak terkait yang dicatatkan akan dimasukkan dalam database DJKI; serta memberi rasa aman bagi pemilik hak cipta.
Dalam perspektif hak cipta, penggandaan batik motif yang diproduksi secara printing dan bukan dengan cara cap, tulis, atau kombinasi keduanya untuk tujuan ekonomi tanpa adanya izin dari pemegang hak cipta yakni Yohanes Walilo merupakan suatu pembajakan.
Pembajakan adalah Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Angka 23 UU Hak Cipta.