Permintaan Kredit Jaminan KI Diramalkan DJKI Bakal Tinggi

Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) meramalkan akses permintaan kredit dengan jaminan kekayaan intelektual (KI)  akan tinggi pada saat implementasi Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif diberlakukan mulai Juli 2023. Hal ini terlihat dari terus meningkatnya permohonan KI di DJKI dari tahun ke tahun.

“Dari jumlah permohonan KI, serta didukung dengan promosi yang gencar dari DJKI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kami yakin satu tahun ke depan lembaga bank dan nonbank akan menerima permintaan kredit yang cukup tinggi,” ujar Analis Hukum Ahli Madya DJKI Rikson Sitorus pada Webinar Prospek Hak Kekayaan Intelektual sebagai Jaminan Utang, Kamis 1 September 2022.

Rikson mengemukakan bahwa jenis KI hak cipta dan merek merupakan yang paling banyak dimohonkan oleh masyarakat. Permohonan pencatatan ciptaan pada 2021 mencapai 82 ribu lebih sedangkan merek menyentuh angka 103 ribu lebih. 

Angka ini sudah meningkat jauh dibanding tahun 2019, di mana permohonan pencatatan ciptaan hanya di angka 42 ribuan dan pendaftaran merek di 81 ribuan. Hal ini karena DJKI terus berinovasi dengan mengedepankan pelayanan berbasis digital sehingga masyarakat dapat melakukan sendiri permohonan pendaftaran dan pencatatan KI melalui website dgip.go.id.

“Kami juga memiliki Persetujuan Otomatis Pencatatan Hak Cipta (POP HC) yang bisa digunakan untuk mencatatkan ciptaan hanya dalam waktu 10 menit dan nanti suratnya bisa dicetak secara mandiri,” terangnya.

Hak cipta sendiri berdasarkan pasal 16 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta telah menjelaskan bahwa KI ini bisa dijadikan obyek jaminan fidusia. Begitu juga dengan Paten telah diatur sebagai jaminan fidusia sebagaimana di pasal 108 UU Nomor 13 Tahun 2016.

Untuk mendukung pemberian kredit ini, DJKI siap untuk membantu pihak-pihak terkait berupa akses permodalan dengan menyiapkan database khusus. Pada database ini, pihak bank misalnya, bisa melihat status merek tertentu apakah sedang bersengketa dan hak ekonominya berada di tangan pencipta atau dilisensikan.

“Pada kesimpulannya kami siap untuk menyiapkan data KI tentang sisa jangka waktu yang dimiliki. Apakah masih efektif berlaku atau belum dihapuskan diakibatkan gugatan pembatalan atau permohonan penghapusan sendiri,” jelasnya.

“Hal ini untuk dapat mengetahui dengan jelas siapa pemilik hak yang berhak melakukan komersialisasi, serta lisensi yang pernah diberikan,” pungkas Rikson. (kad/ver)


LIPUTAN TERKAIT

DJKI dan Kemenko Lakukan Koordinasi Untuk Pengembangan Kekayaan Intelektual

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima kunjungan Deputi Bidang Koordinasi Hukum Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan dalam rangka audiensi koordinasi tugas dan fungsi terkait pengembangan kekayaan intelektual (KI) nasional.

Kamis, 13 Maret 2025

Tolak Permohonan Banding Paten dari Kyoto University

Komisi Banding Paten Republik Indonesia (KBP RI) menolak permohonan banding atas penolakan permohonan paten nomor P00202000758 yang berjudul Zat untuk Mencegah dan/atau Mengobati Penyakit Alzheimer melalui sidang terbuka di Gedung Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada Kamis, 13 Maret 2024.

Kamis, 13 Maret 2025

Komersialisasi Indikasi Geografis: Strategi Branding Produk Khas Daerah

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) kembali menggelar Seri Webinar Edukasi Kekayaan Intelektual yang kedelapan dengan tema Komersialisasi Indikasi Geografis. Acara ini menghadirkan Ketua Tim Kerja Indikasi Geografis, Irma Mariana, yang menjelaskan pentingnya indikasi geografis sebagai alat branding bagi produk khas suatu daerah.

Senin, 10 Maret 2025

Selengkapnya