Pemerintah Segera Meratifikasi Traktat Marrakesh Untuk Penuhi Hak Penyandang Disabilitas

Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dalam waktu dekat ini akan meratifikasi Traktat Marrakesh untuk melindungi hak bagi penyandang disabilitas dalam memperoleh akses informasi.

Ketentuan dalam Traktat Marrakesh tersebut, terkait mengenai pemberian atas pengecualian dalam mereproduksi, mendistribusikan dan membuat tersedianya karya cetak ke dalam format yang dirancang untuk dapat diakses bagi penyandang disabilitas tanpa melanggar hak cipta dan hak terkait.

Direktur Kerja Sama dan Pemberdayaan Kekayaan Intelektual (KI), Molan Karim Tarigan mengatakan terkait fasilitasi akses atas ciptaan yang dipublikasi bagi penyandang tunanetra gangguan penglihatan, atau disabilitas dalam membaca karya cetak, serta mengijinkan adanya pertukaran antar negara terhadap format yang aksesibel bagi orang dengan hambatan membaca barang cetakan.

“Ketentuan tersebut akan diatur lebih rinci dalam rancangan peraturan pemerintah yang pada saat ini dalam tahap pembahasan”, ujar Molan Karim Tarigan dalam sambutan pada acara Sosialisasi Traktat Marrakesh di Aula DJKI Lantai 8, Kamis (26/7/2018)

Menurut Molan, Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta telah mengimplementasikan ketentuan Traktat Marrakesh tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Mualimin Abdi, selaku Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Kemenkumham mengatakan, berdasarkan data Sensus Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), diperkirakan 8,5% atau 22 juta orang dari total populasi Indonesia hidup dengan disabilitas. 30 persennya diantara adalah orang dengan hambatan melihat.

“Orang yang memiliki hambatan membaca barang cetakan tidak mampu mengakses informasi dari media dalam bentuk konvensional secara efektif. Oleh karena itu, mereka memerlukan media dengan format lain seperti braille, audio, e-book atau materi yang di cetak dengan huruf yang lebih besar”, ujar Mualimin.

Hal inilah yang mendasari pemerintah perlu untuk meratifikasi Traktat Marrakesh ke dalam peraturan pemerintah.

Hal sedana juga dikatakan Ketua Yayasan Mitra Netra, Bambang Basuki bahwa sulitnya mengakses terbitan buku yang aksesibel bagi tunanetra di pasaran.

Bambang menjelaskan, pengertian buku yang aksesibel bagi tunanetra adalah jika buku tersebut dapat diakses melalui perabaan dan/atau pendengaran serta dapat ditelusuri bagian-bagian yang diinginkan seperti: bab, subbab atau halaman buku.

Diharapkan dengan di ratifikasinya Traktat Marrakesh ke dalam peraturan pemerintah  dapat membantu kewajiban negara dalam memenuhi hak-hak bagi para penyandang tunanetra, gangguan penglihatan, dan disabilitas dalam membaca karya cetak.


TAGS

#Hak Cipta

LIPUTAN TERKAIT

DJKI Serahkan Tiga Sertifikat, Paten di Bangka Belitung Semakin Meningkat

DJKI dan Kantor Wilayah Kemenkumham Kepulauan Bangka Belitung menyerahkan tiga sertifikat paten kepada para inventor dan perwakilan Universitas Bangka Belitung. Penyerahan ini dilaksanakan pada pembukaan POSS, 1 Juki 2024 di Pangkalpinang.

Senin, 1 Juli 2024

Perundingan ICA CEPA Masuki Putaran ke-8

Delegasi Indonesia yang diwakili Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) aktif mengikuti putaran ke-8 Perundingan Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA CEPA) di Ottawa, Kanada pada 24 s.d. 28 Juni 2024.

Jumat, 28 Juni 2024

DJKI dan MyIPO Bahas Pendaftaran Merek dan Indikasi Geografis

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menerima kunjungan dari Intellectual Property Corporation of Malaysia (MyIPO) di Kantor DJKI, Jakarta, pada hari Jumat, 28 Juni 2024.

Jumat, 28 Juni 2024

Selengkapnya