Credit Foto: Indoharrypotter

Peluang Bisnis di Era Kreatif: Belajar dari Lisensi Merek dan Desain Miniso x Harry Potter

Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum kembali menyoroti pentingnya pemanfaatan kekayaan intelektual (KI) melalui berbagai bentuk lisensi dalam memperkuat sektor ekonomi kreatif. 

Baru-baru ini, fans Harry Potter di Indonesia berbondong-bondong ingin mendapatkan merchandise dari kolaborasi franchise global “Harry Potter” dan merek ritel Miniso, yang memanfaatkan kekayaan intelektual dalam produk bertema pop-culture. Menurut Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Min Usihen, lisensi ini memperlihatkan bagaimana pelindungan merek dan desain industri dapat dioptimalkan untuk mendukung keberlanjutan produk kreatif meskipun film dan novel Harry Potter pertama muncul pada dua dekade lalu.

"Lisensi kekayaan intelektual memungkinkan merek untuk bekerja sama, memperluas jangkauan pasar dengan tetap menjaga hak dan reputasi dari pemilik aslinya. Ada beberapa merek lokal yang sudah menggunakan lisensi dan menjadi contoh tepat bagaimana pelindungan merek dan desain industri bisa diaplikasikan secara strategis untuk meraih nilai tambah bagi kedua belah pihak," jelas Mien Usihen pada Selasa, 13 November 2024 di Gedung DJKI, Jakarta Selatan. 

Ada beberapa jenis lisensi yang dapat diterapkan dalam kerja sama seperti ini, dengan fokus utama pada lisensi merek dan lisensi desain industri. Lisensi merek memberikan hak kepada pihak ketiga untuk menggunakan suatu merek terdaftar, yang dalam kasus ini adalah merek dagang “Harry Potter”. Dalam kolaborasi ini, Miniso mendapatkan hak untuk menggunakan brand "Harry Potter" dalam produk-produknya, seperti aksesori, alat tulis, hingga peralatan rumah tangga, yang semuanya dibalut dengan elemen visual ikonik dari dunia sihir Harry Potter.

"Lisensi merek memungkinkan produk-produk Miniso terhubung dengan konsumen penggemar Harry Potter secara lebih personal, dengan tetap menjunjung tinggi nilai dan identitas merek Harry Potter itu sendiri," lanjut Mien Usihen. 

Selain lisensi merek, kolaborasi ini juga melibatkan lisensi desain industri, yang memungkinkan Miniso menggunakan desain-desain visual tertentu yang terkait dengan tema Harry Potter. Desain ini mencakup ilustrasi karakter, simbol, hingga bentuk produk yang menonjolkan elemen-elemen khas dari franchise tersebut, seperti gambar Hogwarts atau lambang rumah-rumah asrama di sekolah sihir.

Lisensi merek dan desain industri seperti ini tidak hanya menguntungkan secara komersial bagi kedua belah pihak, tetapi juga menciptakan produk yang lebih relevan di pasar. Miniso dapat memanfaatkan popularitas Harry Potter untuk menarik konsumen, sementara pemegang lisensi Harry Potter dapat memperluas distribusi dan jangkauan global mereka. Min menjelaskan bahwa DJKI sangat mendorong bentuk-bentuk lisensi semacam ini karena memberikan win-win solution bagi semua pihak yang terlibat.

“Lisensi tidak hanya memberi manfaat bagi pemegang hak dan penerima lisensi, tetapi juga konsumen yang mendapatkan produk dengan nilai lebih melalui kombinasi inovasi desain dan merek yang kuat,” kata Min.

Sebagai otoritas yang bertanggung jawab dalam pelindungan kekayaan intelektual di Indonesia, DJKI mengajak semua pihak untuk menjalankan proses lisensi dengan regulasi yang berlaku. Pelindungan merek dan desain industri diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

"Perjanjian lisensi merek maupun desain industri wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Jika tidak dicatatkan, perjanjian lisensi tersebut tidak memiliki akibat hukum terhadap pihak ketiga," tambah Min.

Meski lisensi kekayaan intelektual memberikan banyak peluang, tantangan tetap ada, terutama terkait pelindungan ciptaan, merek, dan desain di era digital yang semakin berkembang. Banyak pihak yang masih kurang menyadari pentingnya pencatatan lisensi, padahal hal ini dapat berdampak pada reputasi serta nilai komersial produk yang dihasilkan.

"Dengan semakin berkembangnya industri kreatif di Indonesia, pelaku usaha harus lebih proaktif dalam melindungi dan memanfaatkan kekayaan intelektual. Lisensi adalah salah satu cara untuk mengoptimalkan aset tersebut secara legal dan profesional," tegas Min.

DJKI juga berkomitmen untuk terus memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat luas tentang pentingnya melindungi hak kekayaan intelektual. Dengan semakin banyaknya contoh sukses lisensi KI diharapkan semakin banyak pelaku usaha yang melihat potensi besar aset kekayaan intelektual berupa lisensi ini.

"Kami mengajak para pelaku usaha lokal untuk mulai berpikir tentang lisensi sebagai strategi bisnis yang dapat mengembangkan merek dan produk di pasaran," tutup Min.

Masyarakat dapat mengakses dgip.go.id untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang lisensi masing-masing rezim KI. Lisensi merek dan hak cipta dapat memanfaatkan layanan POP yang memungkinkan pencatatan lisensi selesai dalam 10 menit.



LIPUTAN TERKAIT

DJKI dan Kemenko Lakukan Koordinasi Untuk Pengembangan Kekayaan Intelektual

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima kunjungan Deputi Bidang Koordinasi Hukum Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan dalam rangka audiensi koordinasi tugas dan fungsi terkait pengembangan kekayaan intelektual (KI) nasional.

Kamis, 13 Maret 2025

Tolak Permohonan Banding Paten dari Kyoto University

Komisi Banding Paten Republik Indonesia (KBP RI) menolak permohonan banding atas penolakan permohonan paten nomor P00202000758 yang berjudul Zat untuk Mencegah dan/atau Mengobati Penyakit Alzheimer melalui sidang terbuka di Gedung Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada Kamis, 13 Maret 2024.

Kamis, 13 Maret 2025

Komersialisasi Indikasi Geografis: Strategi Branding Produk Khas Daerah

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) kembali menggelar Seri Webinar Edukasi Kekayaan Intelektual yang kedelapan dengan tema Komersialisasi Indikasi Geografis. Acara ini menghadirkan Ketua Tim Kerja Indikasi Geografis, Irma Mariana, yang menjelaskan pentingnya indikasi geografis sebagai alat branding bagi produk khas suatu daerah.

Senin, 10 Maret 2025

Selengkapnya