Jakarta - Musisi tradisi kenamaan Indonesia, Gilang Ramadhan, menegaskan pentingnya pelindungan karya musik tradisional Indonesia dalam menghadapi perkembangan era digital. Menurutnya, tanpa pelindungan yang tepat, karya musik yang bersumber dari tradisi dapat dengan mudah diklaim atau disalahgunakan oleh pihak lain. Karena itu, ia mengajak generasi muda dan seluruh pelaku seni untuk menjaga, memodernisasi, dan mendigitalisasi musik tradisi agar tetap relevan dan terlindungi secara hukum.
“Sekarang di era digital tidak ada batasan di bumi ini. Musik tradisi bisa terdengar dari mana saja. Tapi kalau tidak dikelola dengan manajemen modern dan tidak dilindungi, musik yang kekunoan bisa saja diklaim sebagai kekinian oleh pihak lain,” ujar Gilang Ramadan. Ia menambahkan bahwa musik tradisi harus dikemas dengan perspektif kekinian agar lebih menarik bagi generasi muda, sembari tetap menjaga akar budayanya.
Pelindungan karya musik tradisional sangat penting dalam konteks kekayaan intelektual (KI). Melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) berbasis musik tradisi, pelaku seni kini dapat mengelola hak ekonomi mereka dengan lebih terstruktur. “Kami punya data musisi-musisi tradisi, termasuk yang tinggal di luar negeri. Data ini penting untuk pelindungan hak cipta dan agar mereka bisa mendapatkan haknya jika karya mereka digunakan di sanggar atau pertunjukan lain,” lanjut Gilang.
Salah satu tantangan yang dihadapi adalah rendahnya pemahaman para pemain musik tradisi terhadap nilai ekonomis karya mereka. “Banyak dari mereka yang hanya berpikir untuk tampil sesaat, belum sampai pada pemikiran jangka panjang. Maka dari itu, kami dari LMK terus melakukan sosialisasi bahkan ke daerah-daerah terpencil, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti,” tambahnya.
Sebagai strategi penguatan, Gilang mendorong adanya regulasi daerah yang mendukung eksistensi musik tradisi. “Saya ajak bupati dan kepala dinas untuk membuat perda agar 50% musik yang diputar di wilayahnya berasal dari daerah sendiri. Musik itu harus sering didengar agar disukai,” jelasnya. Dengan eksposur yang lebih luas, baik di dalam maupun luar negeri, musik tradisi Indonesia diharapkan dapat menjadi tren baru yang berkelanjutan.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kemenkum, Agung Damarsasongko, juga menekankan pentingnya pelindungan terhadap seni tradisi. “Musik tradisi merupakan bagian dari identitas bangsa. Pelindungan kekayaan intelektual bisa dilakukan dalam dua skema, yaitu Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) untuk warisan budaya turun temurun, dan hak cipta untuk karya baru hasil modifikasi seni tradisi,” ungkapnya.
Pelindungan dan pengembangan musik tradisi menjadi bagian penting dalam menjaga keberagaman budaya Indonesia. Dari Sabang hingga Merauke, Indonesia kaya akan seni tradisi yang harus dikenalkan kepada dunia secara bermartabat dan profesional.
“Ayolah kita pertahankan musik tradisi. Gabung di LMK berbasis musik tradisional dan mulai kelola karya dengan serius,” pungkas Gilang.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum (Kemenkum) menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Universitas Lampung (Unila). Penandatanganan ini dilakukan sebagai langkah konkret dalam memperkuat ekosistem kekayaan intelektual (KI) di lingkungan perguruan tinggi.
Senin, 19 Mei 2025
Jakarta — Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum, melalui Ketua Tim Kerja Pemeriksaan Substantif Merek Agung Indriyanto menegaskan bahwa pelindungan merek merupakan fondasi utama dalam membangun bisnis waralaba yang berkelanjutan, bernilai tambah, dan berdaya saing tinggi. Hal ini disampaikan dalam sesi Securing Your Brand: DJKI Support for Business Growth pada kegiatan Info Franchise & Business Concept (IFBC) Connect 2025 pada 19 Mei 2025 di Universitas Atma Jaya Jakarta.
Senin, 19 Mei 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia menunjukkan komitmennya dalam diplomasi kekayaan intelektual (KI) di tingkat global. DJKI berpartisipasi aktif pada Sesi ke-34 Sidang Committee on Development and Intellectual Property (CDIP) serta International Conference for Intellectual Property and Development yang diselenggarakan oleh World Intellectual Property Organization (WIPO) pada 5–9 Mei 2025 di Jenewa, Swiss.
Jumat, 9 Mei 2025