Pelindungan Karya di Era Digital: Pencipta Harus Paham Atas Hak Ekonomi Karyanya
Oleh Admin
Pelindungan Karya di Era Digital: Pencipta Harus Paham Atas Hak Ekonomi Karyanya
Jakarta - Perkembangan teknologi membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek, salah satunya dalam proses penciptaan suatu karya. Pada era digital ini, proses penciptaan karya semakin dimudahkan oleh teknologi, tetapi di lain sisi semakin mudah pula terjadi kasus pelanggaran kekayaan intelektual (KI).
Hal tersebut disampaikan Kepala Subdirektorat Pelayanan Hukum dan Lembaga Manajemen Kolektif Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Agung Damarsasongko pada Webinar "Nilai Ekonomi Hak Cipta di Era Digital" dalam rangka memperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia 2021, Jumat (30/04/2021).
"Di era digital ini, para pencipta diuntungkan dengan adanya kemajuan teknologi, tetapi juga ada pihak yang memanfaatkan kemajuan ini untuk mencari keuntungan ilegal dengan melanggar hak cipta. Contohnya, seperti kasus pencurian konten tanpa izin untuk tujuan komersial,” ucap Agung.
Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menghindari pelanggaran, para pencipta harus terlebih dahulu perlu memahami hak-hak yang ia miliki atas karyanya, seperti hak moral dan hak ekonomi.
“Ada manfaat ekonomi yang dihasilkan oleh pencipta, misalnya pencipta mengunggah karyanya di kanal Youtube, maka orang tersebut bisa mendapatkan manfaat ekonomi dengan memonetisasi konten yang ia miliki,” ujar Agung.
Setali tiga uang, Wakil Ketua Masyarakat Fotografi Indonesia sekaligus Dekan Fakultas Seni Media Rekam Institut Seni Indonesia Yogyakarta Irwandi mengatakan, saat ini semakin banyak orang yang menyepelekan karya cipta milik orang lain.
“Orang merasa fotografi mudah. Asal jepret, jadi mudah pakai karya orang. Seperti foto pada menu makanan, banyak foto diambil begitu saja dari internet,” tutur Irwandi.
Ada berbagai potensi pelanggaran hak cipta di dunia maya, antara lain mengunduh dan mengunggah konten-konten yang bukan miliknya, melakukan pembajakan dengan menyalin suatu ciptaan dan menjualnya, atau membuat kompilasi ciptaan milik pihak lain tanpa izin dan menghasilkan karya turunan.
Menurut Irwandi, edukasi dan sosialisasi perlu terus dilakukan kepada para pemilik karya dan penggunanya untuk mengapresiasi suatu karya ciptaan dengan meminta izin dan membayar royalti.
“Kita terus edukasi dan beri pemahaman kepada para pengguna karya bahwa karya yang ditampilkan itu ada pemiliknya. Misalnya, kalau mau menggunakan karya fotografi untuk poster yang tidak memiliki tujuan komersial pun kita harus cantumkan sumbernya,” tambah Irwandi.
Untuk melindungi hak-hak pencipta karya, khususnya pada lagu dan musik, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 terkait Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. PP ini merupakan penguatan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Selain itu, para pemilik ciptaan sebaiknya juga melakukan pencatatan hak cipta pada DJKI Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
“Seseorang yang memanfaatkan karya cipta orang lain untuk tujuan komersial harus membayar royalti. Peraturan terkait lagu dan musik sudah diatur dalam PP Nomor 56 Tahun 2021. Ke depan, regulasi mengenai pelindungan karya dan pengelolaan royalti pada karya ciptaan lainnya akan terus dikembangkan,” tutup Agung. (SYL/KAD)