Kain Sasirangan: Tradisi Berpadu dengan Tren Masa Kini

Di tengah pesatnya perkembangan dunia fashion, kain-kain tradisional asli Indonesia mulai mendapat perhatian di kalangan anak muda. Berbagai model fashion terbaru dikreasikan dengan kain tradisional, termasuk Kain Sasirangan dari Kalimantan Selatan. Dengan keindahan motif yang sarat makna, kain ini tidak hanya menjadi simbol budaya lokal tetapi juga menjadi bagian gaya hidup modern.

Ketua Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Sasirangan Kalimantan Selatan, Fahruz Zein, menjelaskan perjalanan kain yang kini diakui sebagai produk indikasi geografis Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum.  “Sasirangan awalnya adalah kain pamintan yang digunakan untuk keperluan pengobatan tradisional. Kini, ia menjadi simbol identitas masyarakat Banjar, dengan lebih dari 20 motif khas seperti Tampuk Manggis yang melambangkan kejujuran,” ujar Fahruz pada 5 Februari 2025 di bilangan Senayan, Jakarta Selatan. Motif lainnya seperti Gigi Haruan dan Ombak Sinampur Karang memiliki filosofi mendalam yang mencerminkan keunikan budaya Banjar.

Namun, mempertahankan tradisi di era modern bukan tanpa tantangan. Teknik pembuatan Sasirangan, yang melibatkan proses jelujur manual, tetap dipertahankan meski pewarnaan telah beradaptasi dengan zaman. “Kami mulai menggunakan pewarna alami kembali untuk memenuhi permintaan pasar global, terutama negara-negara yang mengutamakan produk ramah lingkungan,” tambah Fahruz.

Berbeda dari kain tradisional dari daerah lain, Kain Sasirangan punya sejarah, teknik pembuatan, dan komposisi motifnya yang vertikal, menjadikannya khas di antara batik atau kain jumputan lainnya. Kain ini dulunya diyakini dapat mengobati penyakit dan mengusir roh jahat sehingga pembuatannya dibatasi. Namun sekarang, produksi kain sasirangan sudah diperluas dalam berbagai kebutuhan, salah satunya adalah kebutuhan penampilan.

“Secara umum pembuatannya masih menggunakan cara tradisional. Sejak tahun 2010, tradisi Sasirangan secara resmi diakui sebagai salah satu Warisan Budaya tak benda khas Indonesia dalam bidang keterampilan dan kemahiran Kerajinan Tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan,” terang Fahruz.
Pengakuan sebagai produk Indikasi Geografis memberikan pelindungan hukum yang meningkatkan daya saingnya, terutama untuk melawan pembajakan desain.  Fahruz sendiri menyatakan ada pihak yang telah mencoba mengakui motif Sasirangan sebagai milik daerah lain. Namun berkat pelindungan hukum yang didapatkan sejak Juni 2024, klaim tersebut dapat diselesaikan dengan baik.

Sementara itu, minat generasi muda terhadap Sasirangan terus meningkat dengan munculnya produk turunan Sasirangan berwujud tas sampai sepatu. Fahruz menyebutkan bahwa terdapat komunitas pecinta Sasirangan dan bahkan terdapat pemilihan anak muda sebagai duta Sasirangan. “Dengan menjadi Duta Sasirangan, anak-anak muda ini jadi punya kesempatan untuk memperkenalkan Sasirangan ke dunia internasional, membawa kain ini ke level yang lebih tinggi,” ujarnya.

Peningkatan popularitas Sasirangan juga didukung oleh inovasi motif dan warna. Setiap tahun, kompetisi desain motif menghasilkan karya baru yang diaplikasikan sebagai seragam resmi pemerintah daerah. Motif-motif modern, seperti galaksi, memberi sentuhan elegan tanpa kehilangan esensi tradisionalnya.

Promosi kain ini pun tidak lepas dari bantuan teknologi. Meski saat ini pemasaran baru dilakukan melalui Instagram dan Facebook, MPIG berencana memasuki platform e-commerce untuk menjangkau pasar yang lebih luas.

Keberlanjutan juga menjadi perhatian utama para pengrajin. MPIG bekerja sama dengan universitas setempat untuk menyaring limbah pewarna agar tidak mencemari lingkungan. Upaya ini sejalan dengan komitmen Sasirangan untuk menjadi produk yang ramah lingkungan sekaligus meningkatkan nilai jualnya.

DJKI memandang Kain Sasirangan sebagai salah satu produk indikasi geografis yang terus berupaya untuk tumbuh di tengah anak muda dengan mempertahankan tradisi. Direktur Merek dan Indikasi Georgrafis Hermansyah Siregar berharap kain ini terus berkembang, baik di tingkat nasional maupun internasional. “Kami ingin Sasirangan menjadi ikon budaya yang tidak hanya dikenal, tetapi juga dihargai dunia. Dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, saya yakin ini akan terwujud,” pungkasnya penuh optimisme.

Kain Sasirangan bukan hanya tentang estetika, tetapi juga filosofi dan inovasi. Dalam setiap helai kainnya, tersimpan cerita dan harapan akan pelestarian budaya yang sejalan dengan tuntutan zaman. Oleh sebab itu, pelindungan hukum untuk produk yang penuh makna ini menjadi sangat penting.



LIPUTAN TERKAIT

DJKI dan Kemenko Lakukan Koordinasi Untuk Pengembangan Kekayaan Intelektual

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima kunjungan Deputi Bidang Koordinasi Hukum Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan dalam rangka audiensi koordinasi tugas dan fungsi terkait pengembangan kekayaan intelektual (KI) nasional.

Kamis, 13 Maret 2025

Tolak Permohonan Banding Paten dari Kyoto University

Komisi Banding Paten Republik Indonesia (KBP RI) menolak permohonan banding atas penolakan permohonan paten nomor P00202000758 yang berjudul Zat untuk Mencegah dan/atau Mengobati Penyakit Alzheimer melalui sidang terbuka di Gedung Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada Kamis, 13 Maret 2024.

Kamis, 13 Maret 2025

Komersialisasi Indikasi Geografis: Strategi Branding Produk Khas Daerah

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) kembali menggelar Seri Webinar Edukasi Kekayaan Intelektual yang kedelapan dengan tema Komersialisasi Indikasi Geografis. Acara ini menghadirkan Ketua Tim Kerja Indikasi Geografis, Irma Mariana, yang menjelaskan pentingnya indikasi geografis sebagai alat branding bagi produk khas suatu daerah.

Senin, 10 Maret 2025

Selengkapnya