DJKI Tindak Dugaan Pelanggaran Merek Baju Muslim di Tanah Abang
Oleh Admin
DJKI Tindak Dugaan Pelanggaran Merek Baju Muslim di Tanah Abang
Jakarta - Penindakan pelanggaran merek di pasar terus digencarkan. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) melalui Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa menggelar olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) di unit pertokoan Tanah Abang Blok A, Jakarta Pusat, pada Selasa (17/3).
Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa menggeledah toko yang diduga telah melanggar merek ALHARAMAIN - VIET. Terdapat tiga toko di kawasan Tanah Abang Blok A yang digeledeah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
“Pada hari ini kami dari DJKI melalui Subdirektorat Penyidikan dan Pemantau telah melakukan penindakan terhadap beberapa lokasi toko di wilayah Tanah Abang Blok A, Jakarta Pusat, sehubungan dengan dugaan adanya pelanggaran tindak pidana merek,” ujar Kepala Subdirektorat Penindakan dan Pemantauan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham Ronald S. Lumbuun.
PPNS DJKI Kemenkumham menyita sejumlah baju gamis/ baju muslim, buku keuangan, nota pembelian, kartu nama dan label baju merek toko, dan tas belanja dari olah TKP. Sebelumnya PPNS memastikan bahwa penindakan ini telah memenuhi prosedur dan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Penindakan pelanggaran merek dilakukan setelah adanya delik aduan dari pemilik merek kepada DJKI pada Agustus 2019. “Sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku dan SOP pada Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa, maka sebelum dilakukannya penindakan ini telah dilakukan beberapa giat yaitu setelah menerima pengaduan dari pemegang hak merek maka kami melakukan pemeriksaan terhadap ahli dan wawancara,”.
PPNS juga sudah melakukan penyelidikan atau yang dikenal dengan pengawasan dan pengamatan untuk melihat bahwa peristiwa tersebut dapat dilanjutkan, diproses sesuai hukum acara yang berlaku. Kemudian setelah itu, PPNS menggelar forum gelar perkara untuk menyimpulkan bahwa pengaduan atas hak merek tersebut layak ditingkatkan statusnya dari penyelidikan menjadi penyidikan. “Selanjutnya, PPNS DJKI akan memanggil para saksi dari terlapor. Kemudian, gelar perkara untuk memastikan apakah penyidikan ini dapat ditemukan tersangkanya akan kembali dilaksanakan,” lanjutnya.
Pelanggaran terhadap hak merek bertentangan dengan UU 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis pasal 100 ayat 1 dan 2. Berdasarkan UU 20/2016 ayat 1 tersebut, tersangka pelanggaran merek diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan atau denda Rp2 miliar, sementara jika ayat 2 yang terbukti di pengadilan maka tersangka akan diancaman hukuman 4 tahun penjara dan atau denda Rp2 miliar.
“Namun demikian apabila yang terbukti adalah pasal 102 UU Merek dan Indikasi geografis, maka ancaman hukumannya adalah 1 tahun penjara dan atau Rp200 juta,” pungkas Ronald.