DJKI Ringankan Pemegang Paten Melalui Tarif Tertentu Biaya Tahunan

Jakarta - Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan negara kepada para inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. 

Dibalik hak yang telah diberikan oleh negara, maka para pemohon paten diberikan kewajiban untuk membayar biaya tahunan atau biaya pemeliharaan paten seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia (RI) no. 13 tahun 2016 tentang paten.

Biaya pemeliharaan paten ini memiliki kontribusi yang cukup besar untuk jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

“Pada tahun 2021 biaya pemeliharaan paten memberikan dampak sebanyak Rp. 406.441.091.252 atau sebesar 49% dari jumlah total penerimaan PNBP DJKI,” tutur Subkoordinator Pemeliharaan, Mutasi dan Lisensi Direktorat Paten, Desain Tata letak Sirkuit Terpadu (DTLST), dan Rahasia Dagang (RD) Syahroni dalam kesempatannya membuka acara organisasi Organisasi Pembelajar DJKI (Opera DJKI) melalui aplikasi zoom pada Selasa, 16 Agustus 2022. 

Permohonan paten yang telah dinyatakan diterima akan mendapatkan dokumen berupa surat pemberitahuan dapat diberi paten, sertifikat paten, dan informasi biaya tahunan.



Seperti yang tercantum pada penjelasan pasal 21 UU No. 13 tahun 2016, biaya tahunan paten merupakan biaya tahunan yang wajib dibayarkan oleh pemegang paten sampai tahun terakhir masa pelindungan. 

Menurut staf Pemeliharaan, Mutasi dan Lisensi Direktorat Paten, DTLST, dan RD Krisman Tarigan, apabila pemegang paten tidak membayarkan biaya tahunan hingga waktu yang ditentukan, maka paten tersebut dinyatakan dihapus sesuai dengan yang tercantum pada Pasal 128 (1) UU No. 13 Tahun 2016 Tentang Paten.

Krisman menerangkan bahwa pembayaran biaya tahunan paten untuk pertama kali dilakukan paling lambat 6 (enam) bulan sejak tanggal sertifikat paten diterbitkan, pembayaran tersebut meliputi biaya tahunan yang dihitung sejak tanggal penerimaan sampai dengan tahun diberi paten, serta ditambahkan biaya tahunan satu tahun berikutnya.

Sementara, pembayaran biaya tahunan paten untuk tahun selanjutnya dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pada periode masa pelindungan tahun berikutnya.

“Untuk jenis pemohon dari Usaha Mikro, Usaha Kecil, Lembaga Pendidikan dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pemerintah tidak diharuskan membayar biaya tahunan paten dari tahun ke-1 hingga tahun ke-5,” ucap Krisman.



Selain itu, ia menjelaskan melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) No. 20 Tahun 2020, jenis pemohon diatas dapat dikenakan tarif tertentu untuk pembayaran biaya tahunan paten.

Tarif 0 (nol) rupiah untuk Litbang Pemerintah, Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta, Lembaga Pendidikan Pemerintah lainnya, dan Paten yang dihibahkan atau diwakafkan untuk kepentingan sosial dengan syarat paten tersebut terdaftar atas nama jenis pemohon yang mendapatkan tarif tersebut, mengajukan permohonan pengenaan tarif Rp.0 kepada Menkumham, paten belum komersil, serta paten masih dalam masa hibah.

Selanjutnya tarif 10% diberikan kepada jenis pemohon dari Usaha Mikro, Usaha Kecil, Lembaga Pendidikan, dan Litbang Pemerintah dengan mengajukan syarat paten tersebut terdaftar sebagai UMKM dan terdaftar atas nama Lembaga Pendidikan atau Litbang Pemerintah, serta mengajukan permohonan pengenaan tarif 10% biaya jasa tahunan kepada Menkumham.

“Pemohon dapat mengajukan surat permohonan tarif tertentu yang ditujukan kepada Menkumham, untuk formulir dan contoh suratnya dapat diunduh melalui dgip.go.id dan seluruh dokumen diajukan secara elektronik melalui paten.dgip.go.id,” jelas Krisman.

“Permohonan tarif tertentu ini harus diajukan setiap tahun dan mulai berlaku sejak tahun ke-6 sampai berakhirnya pelindungan. Diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum jatuh tempo pembayaran biaya paten berikutnya,” pungkas Krisman. (daw/dit)


LIPUTAN TERKAIT

Webinar DJKI Bahas Tantangan dan Solusi Pelindungan Indikasi Geografis

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menggelar Webinar Edukasi Kekayaan Intelektual seri pertama dengan tema Pentingnya Pengawasan Indikasi Geografis pada Kamis, 10 Februari 2025, di Kantor DJKI. 

Senin, 10 Februari 2025

DJKI Dorong Jumlah Peningkatan Permohonan Hak Cipta dan Desain Industri di Tahun 2025

Memasuki tahun 2025, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mencanangkan tahun tematik hak cipta dan desain industri untuk meningkatkan kesadaran dan mendorong peningkatan jumlah permohonan Kekayaan Intelektual (KI) terutama di era digital seperti saat ini.

Sabtu, 8 Februari 2025

Jurus Jitu Mendaftarkan Kekayaan Intelektual

Seiring dengan perkembangan industri kreatif di Indonesia, kesadaran akan pentingnya pelindungan kekayaan intelektual (KI) harus semakin ditingkatkan. Namun, masih banyak pelaku usaha yang belum memahami dengan benar bagaimana melindungi KI atas karya atau produk yang mereka miliki.

Sabtu, 8 Februari 2025

Selengkapnya