DJKI Beri Pemahaman Kekayaan Intelektual di Tanah Borneo
Oleh Admin
DJKI Beri Pemahaman Kekayaan Intelektual di Tanah Borneo
Inovasi dan kreativitas menjadi kunci keberhasilan dalam pembangunan ekonomi pada era globalisasi saat ini. Juga sangat erat kaitannya dengan sistem kekayaan intelektual. Karena, kekayaan intelektual merupakan alat yang ampuh untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu bangsa.
Dari pandangan ini, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumahm) mengadakan Seminar Nasional Indikasi Geografis di Cafe What’s Up, Kamis (30/8/2018).
“Potensi kekayaan intelektual di Kalbar ini sangat bagus. Misalnya aloe vera, nanas, jeruk Sambas dan lain-lain. Dengan adanya indikasi geografis, produk-produk ini akan mudah untuk diketahui bahwa semua itu berasal dari daerah Kalbar,” jelas Kasubdit Indikasi Geografis DJKI Kemenkumham, Fajar Sulaiman disela-sela penyampaian materinya.
Fajar juga menyampaikan bahwa salah kendala dalam melaksanakan indikasi geografis adalah kurangnya koordinasi antara pusat dan daerah serta dari daerah ke masyarakat.
“Kami sering menyurati Pemda untuk memetakan indikasi geografis produk-produk yang berpotensi namun terkadang hal itu tidak dilakukan. Sehingga kami harus turun langsung melihat daerah untuk mencari potensi yang ada,” kata Fajar.
Pada materi lainnya, Kabag TU dan Humas Ditjen KI, Dr. Mercy Marvel menjelaskan bahwa kekayaan intelektual terbagi dua macam.
“Pertama adalah kekayaan intelektual komunal dan yang kedua adalah kekayaan intelektual personal. Komunal maksudnya adalah kekayaan intelektual itu dimiliki oleh masyarakat, sedangkan personal lebih kepada orang atau korporasi,” jelas Marvel.
Bila dikembangkan lagi, kata Marvel, maka kekayaan komunal bisa menjadi personal bila telah mengalami improvisasi. “Misalkan rendang. Kita tahu di masyarakat bahan pembuat rendang adalah ini dan itu. Tapi bila dikembangkan dengan tambahan yang lain, maka rendang yang awalnya milik masyarakat A bisa berubah menjadi milik individu B,” jelas Marvel.
Bahkan bila individu itu membukukan tehnik-tehnik pembuatannya, maka akan meningkat menjadi hak cipta. “Hak cipta dan paten seharusnya didaftarkan karena ada dua keuntungan yang bisa didapat yaitu kepastian hukum dan terhindar dari pemalsuan,” kata Marvel.
Marvel menjelaskan, bahwa negara ini sudah harus bangkit dengan menggunakan kekayaan intelektual, terutama teknologi paten.
“Saya yakin, di Kalbar ini banyak yang teknologi yang bisa dipatenkan. Tidak perlu teknologi canggih, sederhana pun bisa membawa keuntungan,” ujar Marvel.
Menurutnya, masyarakat belum paham mengenai aturan pengajuan paten yang benar. Padahal dengan mengajukan paten, maka pihak yang mengajukan akan mendapat dua keuntungan.
“Hasil dari pengolahan teknologi dan metode pengolahan akan sama-sama mendatangkan keuntungan. Saya contohkan bila kita ekspor ikan. Selama ini kita hanya ekspor ikan mentah saja. Dapat dollar, sudah. Padahal bila kita bisa olah dan metodenya kita promosikan, itu akan memberi keuntungan lebih. Hasil olahan dibeli, teknologinya bisa dibeli juga,” ujar Marvel.
Ia menjelaskan bahwa pemohon paten di Indonesia hanya sekitar lima persen. Sementara di China hampir semua daerah telah mengajukan indikasi geografis dan paten.
“Karena itulah kita harus kuasai teknologi, terutama teknologi paten. Negara ini harus menjadi negara kesejahteraan lewat kekayaan intelektual,” pungkas Marvel.