Bandung - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menggelar kegiatan Evaluasi Terminologi Pada Sistem Klasifikasi Merek Berdasarkan
Nice Classification dalam Persiapan Aksesi
Nice Agreement pada 30 Agustus s.d. 2 September 2022 di The Papandayan Hotel Bandung.
Kegiatan ini diselenggarakan atas inisiasi DJKI untuk mengevaluasi penggunaan istilah atau terminologi jenis barang dan jasa pada
Nice Classification yang digunakan oleh DJKI. Evaluasi ini sangat bermanfaat karena dapat memastikan penggunaan jenis barang/jasa pada sistem permohonan merek telah sesuai dengan terjemahan
Nice Classification yang seharusnya berdasarkan terminologi yang berlaku secara internasional.
Mengacu kepada salah satu prinsip pelindungan merek yaitu
Principle of Speciality, maka penggunaan jenis barang dan jasa merupakan sebuah keharusan dalam pengajuan permohonan merek sebagaimana diatur dalam peraturan perundang–undangan yang berlaku di Indonesia.
“
Nice Classification telah digunakan di Indonesia sejak tahun 1967 hingga saat ini sebagaimana tertuang di dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang mensyaratkan bahwa pendaftaran merek harus menyebutkan kelas barang dan/atau kelas jasa serta uraian jenis barang dan/atau jenis jasa,” ujar Direktur Merek dan Indikasi Geografis Kurniaman Telaumbanua.
Penggunaan jenis barang dan jasa saat ini, mengacu kepada
Nice Classification edisi ke-11 tahun 2022, yang terdiri dari 45 kelas, dengan rincian kelas 1 sampai kelas 34 untuk jenis barang dan kelas 35 sampai kelas 45 untuk jenis jasa.
“Mengingat pentingnya
Nice Classification, maka Indonesia saat ini sedang dalam proses untuk mengaksesi
Nice Agreement dengan berbagai persiapan yang dilakukan, salah satunya yaitu penyusunan rancangan Peraturan Presiden terkait aksesi
Nice Agreement,” tutur Kurniaman.
Salah satu pertimbangan mengaksesi
Nice Agreement, yaitu agar Indonesia dapat memiliki kesempatan dalam mengusulkan jenis barang dan/atau jasa yang belum terjabarkan secara rinci agar dapat tercatat dalam daftar jenis barang dan/atau jasa yang ada dalam
Nice Classification.
Pertimbangan lainnya yaitu agar pemerintah dapat memberikan dukungan penuh kepada Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dalam proses pendaftaran merek. Indonesia memiliki begitu banyak jenis barang dan jasa tradisional yang dapat dicatatkan dalam
Nice Classification.
“Nantinya jenis barang dan jasa tradisional tersebut dapat digunakan oleh para pelaku UMK dalam pengajuan permohonan merek internasional melalui
Madrid Protocol dan pelindungannya dapat diterima secara global oleh semua negara anggota yang meratifikasi
Nice Agreement,” lanjut Kurniaman.
Kurniaman berharap kegiatan ini dapat memberikan pemahaman yang jelas terkait terminologi jenis barang dan jasa dalam Sistem Klasifikasi Merek berdasarkan
Nice Classification, serta urgensi Indonesia untuk mengaksesi
Nice Agreement agar dapat mendukung misi DJKI menjadi
World Class Intellectual Property Office. (YUN/SYL)