Dirjen KI: Perpres 77 Tahun 2020 menyatakan Pemegang Paten Tetap Memiliki Hak Eksklusif

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Freddy Harris mewakili Menteri Hukum dan HAM melakukan pertemuan virtual dengan American Chamber of Commerce in Indonesia (AmCham Indonesia) guna membahas terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah yang telah ditetapkan pada 7 Juli 2020 lalu oleh Presiden Joko Widodo.

Dalam Perpres tersebut, disebutkan bahwa Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi untuk jangka waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

Menurut Pasal 2 Perpres tersebut, Pemerintah dapat melaksanakan sendiri Paten di Indonesia berdasarkan pertimbangan yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara dan kebutuhan sangat mendesak untuk kepentingan masyarakat.

“Paten yang mengganggu atau bertentangan dengan kepentingan pertahanan dan keamanan negara hanya dapat dilaksanakan oleh Pemerintah,” bunyi Pasal 3 Perpers Nomor 77 Tahun 2020.

Sedangkan, dalam hal Pemerintah tidak dapat melaksanakan sendiri Paten di Indonesia, sebagaimana dimaksud Perpres tersebut, Pemerintah dapat menunjuk pihak ketiga untuk melaksanakan Paten, dengan kewajiban memenuhi persyaratan yaitu, 1. memiliki fasilitas dan mampu melaksanakan Paten; 2. tidak mengalihkan pelaksanaan Paten dimaksud kepada pihak lain; dan 3. memiliki cara produksi yang baik, peredaran, dan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan hal tersebut, Dirjen KI Freddy Harris berpendapat Perpres 77 Tahun 2020 ini menyatakan bahwa pemegang paten tetap memiliki hak ekslusif.“Jadi sebetulnya itu copy dari UU Paten, karena sebetulnya Perpres 77 Tahun 2020 ini hanya mau bercerita tentang prosedurnya saja,” ucap Freddy kepada delegasi Amcham Indonesia, Jumat (18/9/2020).

Menurut Freddy, pelaksanaan paten oleh pemerintah itu berbeda dengan lisensi wajib. Kalau lisensi wajib, pemegang paten punya hak untuk melakukan gugatan terhadap keseluruhan aspek. Artinya bukan hanya sekedar masalah royalti yang harus dibayarkan, tetapi juga mengenai diterima atau tidaknya suatu lisensi wajib untuk bisa diajukan gugatan atau penolakan.

“Kalau dalam pelaksanaan paten oleh pemerintah, karena ini sifatnya emergency situation maka ada mekanisme yang diperbolehkan atau dimungkinkan oleh TRIPS Agreement adalah hanya untuk masalah remunerasinya saja,” ungkap Freddy.

Kemudian, Direktur Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Rahasi Dagang, Dede Mia Yusanti menambahkan apabila melihat pada pasal 31 TRIPS Agreement, memang disebutkan bahwa dimungkinkan adanya kemungkinan gugatan atau penolakan tidak bisa menerima lisensi wajib.

“Tetapi kalau di pasal 44 TRIPS -nya itu ada disebutkan bahwa untuk Goverment Used, negara boleh menerapkan hanya untuk remunerasinya saja yang bisa digugat, karena situasinya yang emergency,” pungkas Dede Mia.


TAGS

LIPUTAN TERKAIT

DJKI Serahkan Tiga Sertifikat, Paten di Bangka Belitung Semakin Meningkat

DJKI dan Kantor Wilayah Kemenkumham Kepulauan Bangka Belitung menyerahkan tiga sertifikat paten kepada para inventor dan perwakilan Universitas Bangka Belitung. Penyerahan ini dilaksanakan pada pembukaan POSS, 1 Juki 2024 di Pangkalpinang.

Senin, 1 Juli 2024

Perundingan ICA CEPA Masuki Putaran ke-8

Delegasi Indonesia yang diwakili Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) aktif mengikuti putaran ke-8 Perundingan Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA CEPA) di Ottawa, Kanada pada 24 s.d. 28 Juni 2024.

Jumat, 28 Juni 2024

DJKI dan MyIPO Bahas Pendaftaran Merek dan Indikasi Geografis

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menerima kunjungan dari Intellectual Property Corporation of Malaysia (MyIPO) di Kantor DJKI, Jakarta, pada hari Jumat, 28 Juni 2024.

Jumat, 28 Juni 2024

Selengkapnya