Dirjen KI: Peraturan Pembatasan Merek Perlu Dikaji Mendalam Agar Tidak Merugikan Masyarakat

Jakarta - Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Freddy Harris menilai peraturan pembatasan merek ( brand restriction) yang sudah banyak diterapkan di beberapa negara di dunia perlu dikaji mendalam agar tidak merugikan masyarakat maupun konsumen.

“Pembatasan merek ini awalnya ditetapkan untuk produk rokok yang dianggap membahayakan kesehatan”, ujar Freddy Harris ketika memberikan sambutan di acara Focus Group Discussion Pembatasan Merek (Brand Restriction) dibilangan Jakarta, Senin (6/8/2018).

Sebagai contoh, Ekuador dan Chili memiliki kebijakan yang mengharuskan kemasan produk makanan diberi label peringatan kesehatan. Lain halnya dengan Australia dan Perancis yang memiliki aturan mengenai kemasan polos untuk produk tembakau.

Menurut Freddy, pembatasan merek sebenarnya sangat bertolak belakang dengan konsep merek itu sendiri. “Merek berfungsi tidak hanya agar sebuah produk mudah untuk diidentifikasi, tapi juga sebagai penjamin kualitas produk, dan alat promosi”, ujarnya.

Freddy menambahkan bahwa merek merupakan bagian dari perdagangan, dimana pembatasan-pembatasan terkait merek dagang perlu dibicarakan secara hati-hati, karena untuk membangun merek yang memiliki reputasi baik itu butuh proses yang tidak mudah.

“Tidak gampang mengangkat sebuah merek, butuh konsistensi, butuh komitmen, investasi, dan lain sebagainya”, tegasnya.

Sedangkan Pemeriksa Merek Ditjen KI, Agung Indriyanto menjelaskan Jika ingin lihat tentang pembatasan merek dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012. Disana dijelaskan dengan gamblang bila merek, packaging atau kemasan produk rokok itu harus memenuhi kualifikasi.

“Misalkan tidak boleh lebih dari 40% atau mencamtumkan tanda peringatan itu sama seperti diluar cuman memang penerapannya belum sekonsisten diluar”, jelas Agung Indriyanto.

Sementara Ketua Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (AKHKI), Cita Citrawinda menyampaikan bahwa ketentuan pembatasan merek bila diberlakukan di Indonesia perlu dilihat tidak hanya dari perspektif kesehatan saja, khususnya tembakau. Tetapi perlu dipertimbangkan juga sisi lainnya, dimana konsep merek itu salah satunya untuk membedakan suatu produk.

“Logikanya kalau sekarang suatu produk kemasan tidak ada merek, bagaimana konsumen itu membedakan”, ucapnya.

Menurutnya peraturan pembatasan merek saat ini belum dapat diterapkan di Indonesia, alasanya karena banyak pemilik merek sudah mengeluarkan investasi, mengenalkan mereknya hingga terkenal.

“Pembatasan merek untuk saat ini sulit ya untuk diterapkan”, ujar Cita Citrawinda


TAGS

#Merek

LIPUTAN TERKAIT

DJKI Serahkan Tiga Sertifikat, Paten di Bangka Belitung Semakin Meningkat

DJKI dan Kantor Wilayah Kemenkumham Kepulauan Bangka Belitung menyerahkan tiga sertifikat paten kepada para inventor dan perwakilan Universitas Bangka Belitung. Penyerahan ini dilaksanakan pada pembukaan POSS, 1 Juki 2024 di Pangkalpinang.

Senin, 1 Juli 2024

Perundingan ICA CEPA Masuki Putaran ke-8

Delegasi Indonesia yang diwakili Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) aktif mengikuti putaran ke-8 Perundingan Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA CEPA) di Ottawa, Kanada pada 24 s.d. 28 Juni 2024.

Jumat, 28 Juni 2024

DJKI dan MyIPO Bahas Pendaftaran Merek dan Indikasi Geografis

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menerima kunjungan dari Intellectual Property Corporation of Malaysia (MyIPO) di Kantor DJKI, Jakarta, pada hari Jumat, 28 Juni 2024.

Jumat, 28 Juni 2024

Selengkapnya