Desain Industri Jadi Andalan Ekonomi Negara Berkembang

Jakarta - Negara berkembang seperti Indonesia, Thailand dan Filipina menunjukkan bahwa hak desain industri ternyata lebih diandalkan dalam pengembangan ekonomi, ketimbang rezim kekayaan intelektual lainnya. Hal ini berkebalikan dari negara-negara maju yang kebanyakan berfokus pada paten. 

Hal itu tercantum dalam riset terbaru yang dilaksanakan oleh Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) - ASEAN yang berkolaborasi dengan Centre of Strategic International Studies (CSIS) Indonesia dan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM berjudul “Understanding the Use of Industrial Design - the Case of Indonesia, Phillipnes and Thailand”.

Riset tersebut berangkat dari tingginya permohonan atas hak desain industri Indonesia yang berada di angka 70 persen pada rentang waktu 2010 - 2015. Sementara pada rezim lain seperti paten justru didominasi oleh pemohon asing. Filipina dan Thailand yang menjadi obyek studi ini juga menunjukkan karakteristik serupa dengan Indonesia. 

Menurut riset yang diselenggarakan pada 2018 tersebut, sebagian besar pemilk hak desain industri di ketiga negara adalah perusahaan swasta dan perusahaan kecil. Perusahaan ini mengandalkan desain industri karena memiliki kemampuan finansial terbatas untuk berbisnis berbasiskan riset dan teknologi.

“Hak untuk desain industri sangat penting untuk pendesain di tiga negara yang kami teliti. Inovasi desain adalah salah satu cara untuk memasuki pasar ekspor,” ujar Intan Hamdan-Livramento, Perwakilan WIPO Jenewa, yang menjadi pembicara di ‘Seminar Pemanfaatan Desain Industri di Negara-Negara Kawasan Asia Tenggara’ yang diselenggarakan di Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta Selatan pada Rabu (5/2/2020).

Hal itu terbukti dari 55 persen dari responden yang mendaftar hak desain industri untuk komersialisasi. Bahkan, 22 persen perusahaan melakukan ekspor untuk negara ASEAN lainnya dan negara Asia lainnya. 

“Rating nilai ekonomi perusahaan yang memiliki desain industri juga berada lebih tinggi dari pada mereka yang tidak memiliki desain industri. Desain adalah cara perusahaan berkomunikasi dengan konsumen mereka,” lanjut Intan.

Berdasarkan survei tersebut, sektor desain industri yang banyak diajukan haknya oleh masyarakat Indonesia berada di sektor kemasan, tekstil dan aksesoris, furnitur dan barang-barang rumah tangga.

Mendamba jauh dari imitasi

Alasan lain pemilik desain mengajukan permohonan haknya pada kantor kekayaan intelektual adalah untuk mendapatkan perlindungan dari imitasi. Menurut studi yang sama, tingkat imitasi memang masih cukup tinggi dan menyebabkan kerugian finansial. 

“Kebanyakan menemukan bahwa desain mereka telah diimitasi karena timbal balik konsumen dan juga dengan melihat produk imitasi mereka berada di pasaran. 42 persen melaporkan bahwa mereka mengalami kerugian sangat tinggi,” lanjutnya. 

Namun sayangnya, hanya separuh dari pemilik hak tersebut yang mengambil langkah hukum untuk menyelesaikan sengketa. Alasan utamanya adalah tingginya biaya ke pengadilan dan sulitnya membuktikan tuduhan secara legal.

Desain Industri di Tanah Air 

Kendati demikian, Konsultan HKI, Rizky Adiwilaga, yang juga menjadi pembicara dalam seminar tersebut menjelaskan bahwa desain industri di Indonesia, terutama di kalangan universitas, belum berorientasi pada komersialisasi.

“Kebanyakan permohonan desain industri dari universitas dimaksudkan untuk capaian dosen dalam memenuhi kewajiban yang dicanangkan oleh Kementerian Riset dan Teknologi. Kampus yang ingin rankingnya semakin tinggi, harus memiliki lebih banyak portofolio KI,” tambah Rizky.

Oleh karena itu, Rizki mengatakan bahwa hasil riset ini perlu dijadikan referensi dalam memahami penggunaan desain industri. Dia juga mengharapkan pemerintah mau mengambil langkah tindak lanjut agar kekayaan intelektual ini dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk perkembangan ekonomi di Tanah Air. 

Sekadar informasi, studi ini dilakukan dengan survei pada 512 responden di tiga negara. Filipina memiliki responden sebanyak 51 orang, kemudian Indonesia 112 orang dan Thailand 105 orang. Survei dilakukan dengan menyebar kuesioner dan wawancara dalam rentang waktu studi di 2018.

“Secara khusus, proyek Development Agenda ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai peranan desain industri dalam strategi bisnis di tiga negara Asia Tenggara,” ujar Kepala Sub Direktorat Kerjasama Luar Negeri DJKI, Andriensjah, mewakili Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Freddy Harris. 

Berikut link untuk materi  ‘Seminar Pemanfaatan Desain Industri di Negara-Negara Kawasan Asia Tenggara’.

http://bit.ly/2OtqutE

Penulis: KAD
Editor: AMH


LIPUTAN TERKAIT

Melindungi Warisan Budaya: DJKI Terima Audiensi Kanwil Kemenkum dan Dekranasda NTB

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kanwil Kemenkum) Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi NTB pada 4 Juni 2025. Kegiatan yang terselenggara di Gedung DJKI ini dilakukan dalam rangka membahas upaya maksimalisasi potensi kekayaan intelektual (KI) di wilayah tersebut. Audiensi ini menjadi langkah awal dalam melindungi dan mengembangkan berbagai warisan budaya serta produk unggulan UMKM di NTB.

Rabu, 4 Juni 2025

Kemenkum Raih Rekor MURI atas Mars Kekayaan Intelektual Indonesia

Kementerian Hukum Republik Indonesia menerima penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas kategori institusi dengan mars unsur varian etnik terbanyak. Penghargaan MURI ini diberikan pada Rabu 4 Juni 2025 di Graha Pengayoman Jakarta dan diterima langsung oleh Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas.

Rabu, 4 Juni 2025

Satu Dekade DJKI: Apresiasi Kontributor Kekayaan Intelektual dan Komitmen Memperkuat Ekosistem Inovasi Nasional

Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menyelenggarakan kegiatan Ekspose Kinerja Satu Dekade dan Apresiasi Kekayaan Intelektual (KI) ) dalam rangka hari KI sedunia tahun 2025 pada 4 Juni 2025 di Graha Pengayoman sebagai refleksi perjalanan 10 tahun pelindungan kekayaan intelektual (KI) di Indonesia. Kegiatan ini sekaligus menjadi wadah apresiasi dan pembuktian atas tumbuhnya ekosistem KI nasional sebagai penopang kemajuan bangsa di era digital.

Rabu, 4 Juni 2025

Selengkapnya