"Deklarasi Bali" Sepakati Pemungutan Royalti Musik Satu Pintu Jadi Lebih Tertib dan Transparan
Oleh Admin
"Deklarasi Bali" Sepakati Pemungutan Royalti Musik Satu Pintu Jadi Lebih Tertib dan Transparan
Bali - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bersama Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan 8 (delapan) Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) seperti KCI, WAMI, RAI, SELMI, PAPPRI, ARDI, ARMINDO dan SMI menyepakati ‘Deklarasi Bali’ mengenai pemungutan royalti musik sistem satu pintu, pada Jumat (26/04/2019).
Melalui Deklarasi Bali ini, disepakati bahwa LMKN menjadi satu-satunya badan yang memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti dari Pengguna yang bersifat komersial. Dimana penarikan royalti sistem satu pintu ini merupakan langkah awal dalam mewujudkan pengelolaan royalti musik yang profesional, transparan, adil dan efisien.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Freddy Harris mengatakan penerapan sistem satu pintu ini bertujuan agar penarikan royalti menjadi tertib. Dimana sebelumnya, masing-masing dari LMK melakukan penarikan royalti kepada pengguna lagu orang lain untuk kepentingan ekonominya.
“Sebelumnya, stakeholders bingung. Ada yang ditarik dari LMK ini dan LMK itu, ada LMKN. Jadi bingung. Sekarang sudah sepakat semuanya dalam deklarasi Bali ini hanya ada satu pintu penarikan royalti,” ujarnya.
Penarikan royalti sistem satu pintu ini mengikis dan mengakhiri silang pendapat yang terjadi selama ini diantara anggota masyarakat dalam hal penagihan (pemungutan royalti) dibeberapa daerah di Indonesia.
‘Deklarasi Bali’ menjadi tonggak bersejarah bagi perjalanan penarikan, penghimpunan dan pendistribusian royalti musik khususnya mengenai hak cipta dan hak terkait di Indonesia. Dimana LMK yang tergabung dalam deklarasi ini berkomitmen untuk menyelenggarakan sebuah pengumpulan royalti yang berorientasi pada kesejahteraan hidup pencipta dan atau pemegang hak cipta.
“Tujuan deklarasi ini untuk memberikan hak kepada para pencipta lagu, agar semakin transparan dan dapat dinikmati,” ucap Freddy Harris.
Karena selama ini royalti yang ada belum sepenuhnya dapat dirasakan manfaatnya secara utuh oleh pencipta dan atau pemegang hak cipta. Melihat potensi pendapatan royalti di Indonesia cukup besar, tetapi belum dapat seluruhnya dipungut.
"Sebenarnya potensi pendapatan royalti dalam negeri itu Rp 300 miliar. Tapi yang baru bisa ditarik Rp 70 miliar", kata Freddy.
Berdasarkan catatan LMKN, perolehan royalti musik untuk hak cipta dan hak terkait mengalami peningkatan yang sangat siginifikan sejak tahun 2016. Pada tahun 2016, LMKN berhasil mengumpulkan royalti sebanyak 22 Milyar Rupiah. Selanjutnya pada tahun 2017, terjadi peningkatan pendapatan royalti musik mencapai 36 Milyar Rupiah.
Kemudian pada akhir tahun 2018 pengumpulan royalti musik mencapai hingga mencapai 83% dengan pencapaian nilai pengumpulan royalti hingga mencapai 66 Milyar Rupiah. Merujuk pada kegiatan pengumpulan royalti tersebut terlihat progres yang sangat luar biasa.
Tingginya kepercayaan masyarakat pengguna hak cipta terhadap LMKN merupakan sebuah proses yang cukup panjang dan harus mendapatkan apresiasi. Membangun kepercayaan serta kesadaran masyarakat akan pentingnya pembayaran royalti musik di Indonesia merupakan tantangan tersendiri.