Ciptakan Invensi Harus Berdasarkan Kebutuhan Pasar Agar Dapat Dikomersialisasikan

Permohonan kekayaan intelektual (KI) di seluruh dunia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Terlebih di era saat ini, KI selalu menjadi bagian penting dalam negosiasi perjanjian perdagangan internasional.

Direktur Paten, DTLST, dan Rahasia Dagang, Dede Mia Yusanti mengungkapkan bahwa hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dunia memerlukan pelindungan atas hasil karya kreativitas dan inovasinya.

“Ini juga menunjukkan bahwa pelindungan KI berdampak pada ekonomi secara umum dan sangat berhubungan erat dengan perkembangan teknologi,” ujarnya saat mengisi webinar Paten dengan tema Strategi Meningkatkan Nilai Komersialisasi Paten yang tayang di kanal youtube dan instagram DJKI Kemenkumham, Senin (26/4/2021).

Salah satu kekayaan intelektual yang menjadi indikator bekerjanya sistem inovasi nasional di dalam perekonomian suatu negara adalah paten. Semakin besar jumlah paten yang dihasilkan di sebuah negara menunjukkan semakin tingginya kapabilitas atau kemampuan untuk inovasi di negara yang bersangkutan.

Menurut Dede, paten itu adalah untuk melindungi invensi di bidang teknologi. Akan tetapi, apabila invensi tersebut tidak mengandung unsur kemanfaatan ekonomi, maka hal tersebut tidak dapat dikatakan inovasi.

“Kalau kita bicara mengenai inovasi, maka inovasi itu tidak sekedar semata-mata invensi, tetapi invensi yang mengandung unsur kemanfaatan ekonomi itulah yang kemudian menjadi inovasi,” ucapnya.

Untuk meningkatkan nilai ekonomis suatu produk, Dede mengutarakan kepada setiap peneliti bahwa sebelum melakukan penelitiannya, mereka perlu meriset teknologi yang dikebutuhan masyarakat agar inovasinya kemudian dapat dikomersialisasikan.

“Yang pertama adalah harus melihat dan memprediksi kebutuhan pasar,” ungkap Dede.

Dalam menghasilkan invensi yang dibutuhkan publik, Dede menyarankan untuk para peneliti dapat memanfaatkan dokumen-dokumen paten yang telah habis masa pelindungannya dengan melakukan patent searching.

Patent searching ini penting karena data-data yang ada di dalam dokumen paten itu menunjukkan teknologi yang terkini,” kata Dede.

Setelah mendapatkan teknologi yang dibutuhkan pasar, maka para peneliti ini harus mulai melindungi invensinya dengan mendaftarkan paten ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

“Makanya kenapa kita bisa memprediksi kebutuhan pasar dengan melihat tren daripada perkembangan teknologi melalui database paten kemudian kita harus lindungi,” lanjutnya.

Apabila paten tersebut berhasil menarik pangsa pasar, tentunya memungkinkan pihak lain menggunakan invensi yang kita miliki. Di sinilah kita dapat mengeksploitasi paten tersebut melalui lisensi paten.

“Saat komersialisasi, pelindungan paten menjadi nilai yang sangat luar biasa pada saat kita memasuki tahapan eksploitasi dengan lisensi paten,” tutur Dede.


TAGS

#Paten

LIPUTAN TERKAIT

Perundingan ICA CEPA Masuki Putaran ke-8

Delegasi Indonesia yang diwakili Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) aktif mengikuti putaran ke-8 Perundingan Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA CEPA) di Ottawa, Kanada pada 24 s.d. 28 Juni 2024.

Jumat, 28 Juni 2024

DJKI dan MyIPO Bahas Pendaftaran Merek dan Indikasi Geografis

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menerima kunjungan dari Intellectual Property Corporation of Malaysia (MyIPO) di Kantor DJKI, Jakarta, pada hari Jumat, 28 Juni 2024.

Jumat, 28 Juni 2024

Kendala Drafting Paten di Lingkungan Kampus NTB

Ishak, Operator Sentra Kekayaan Intelektual Universitas Negeri Mataram, menceritakan banyaknya potensi penemuan yang bisa dipatenkan di lingkungan kampusnya. Kendati demikian, tidak semua inventor mampu membuat drafting paten yang baik sehingga penemuannya bisa dipatenkan.

Jumat, 28 Juni 2024

Selengkapnya