Ajukan Paten Lebih Dulu, Membuat Jurnal Kemudian

Kupang - Publikasi ilmiah merupakan hal yang umum bagi kalangan akademisi. Publikasi ilmiah merupakan sebuah tulisan, yang penyusunannya didasarkan pada proses penelitian atas suatu data yang dikaji oleh para ahli di bidang tersebut, hingga akhirnya dinyatakan layak terbit.

Sayangnya, tidak semua akademisi yang mengajukan permohonan paten memahami ini. Mereka acapkali membuat jurnal terkait invensi miliknya sebelum mendaftarkan invensi patennya. Hasilnya, masih ditemukan permohonan paten yang tidak lolos pada fase pemeriksaan substantif dikarenakan tidak memenuhi unsur kebaruan tersebut.

Eufrasia Lengur adalah salah satunya, dosen sekaligus periset dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang ini menceritakan pengalamannya sembari berkonsultasi di sesi asistensi pada giat Patent One Stop Service (POSS).

“Terus terang, Saya sendiri baru mengetahui dari konsultasi yang dilakukan bahwa publikasi jurnal seharusnya dilakukan pasca diajukannya permohonan patennya,” ucap Eufrasia.

Salah satu invensinya mungkin tidak dapat didaftarkan, tetapi Eufrasia bisa bernafas lega. Melalui sesi asistensi yang dilakukannya pada 26 Juni 2024 tersebut, Pemeriksa Paten Ahli Utama Sri Sulistiani memberikan solusi untuknya. Sri menyarankan kepada periset tersebut untuk mengembangkan invensinya agar unsur kebaruan dapat dipenuhi.

“Terkadang pemohon tidak mengetahui bahwa prinsip dasar pelindungan paten adalah kebaruan. Seringkali sebuah invensi tidak dapat diberi paten karena setelah dilakukan penelusuran, pemohon sudah mempublikasikannya dalam suatu jurnal. Namun hal ini ada solusinya, yaitu melalui pengembangan atas invensi tersebut,” tutur Sri.

Selain kebaruan, kendala lain yang ditemukan pada sesi asistensi adalah ketidaktahuan pemohon dalam menentukan batas suatu rezim kekayaan intelektual (KI). Folkes E. Laumal misalnya, Inventor yang berasal dari Politeknik Negeri Kupang tersebut menghampiri meja konsultasi dengan keyakinan bahwa invensi miliknya adalah sebuah paten. Namun setelah berkonsultasi dengan pemeriksa paten, baru dia mengetahui bahwa penemuannya tersebut masuk ke ranah desain industri.

“Tadi Saya mengajukan dokumen yang saya pikir adalah invensi paten, ternyata pemeriksa patennya berkata bahwa ini ranahnya desain industri,” ucap Folkes.

“Saya sangat bersyukur ternyata hasil konsultasi ini membuahkan solusi. Berdasarkan rekomendasi pemeriksa, Saya diminta melakukan penambahan sedikit redaksi yang dapat memperkuat deskripsi sehingga invensi ini layak disebut sebagai paten,” pungkasnya.

Sebagai informasi, POSS sendiri merupakan salah satu program unggulan yang diinisiasi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Kegiatan ini memiliki agenda utama berupa asistensi. Pada momen tersebut, inventor akan dipertemukan dengan pemeriksa paten untuk berkonsultasi. Tujuannya, mengurai segala hambatan yang dihadapi inventor dalam prosesnya mengajukan permohonan paten.

Kegiatan POSS di Nusa Tenggara Timur yang berlangsung pada 25 hingga 27 Juni 2024 ini terselenggara berkat kerjasama dengan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Nusa Tenggara Timur. Melalui kegiatan ini, diharapkan dapat meningkatkan jumlah permohonan dan penyelesaian paten dalam negeri, sehingga dapat memberikan peningkatan ekonomi bagi para inventor ataupun masyarakat sekitar. (Iwm/Daw)



LIPUTAN TERKAIT

Perundingan ICA CEPA Masuki Putaran ke-8

Delegasi Indonesia yang diwakili Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) aktif mengikuti putaran ke-8 Perundingan Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA CEPA) di Ottawa, Kanada pada 24 s.d. 28 Juni 2024.

Jumat, 28 Juni 2024

DJKI dan MyIPO Bahas Pendaftaran Merek dan Indikasi Geografis

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menerima kunjungan dari Intellectual Property Corporation of Malaysia (MyIPO) di Kantor DJKI, Jakarta, pada hari Jumat, 28 Juni 2024.

Jumat, 28 Juni 2024

Kendala Drafting Paten di Lingkungan Kampus NTB

Ishak, Operator Sentra Kekayaan Intelektual Universitas Negeri Mataram, menceritakan banyaknya potensi penemuan yang bisa dipatenkan di lingkungan kampusnya. Kendati demikian, tidak semua inventor mampu membuat drafting paten yang baik sehingga penemuannya bisa dipatenkan.

Jumat, 28 Juni 2024

Selengkapnya