Jakarta — Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menegaskan komitmennya dalam menyempurnakan sistem pengelolaan royalti musik melalui revisi Undang-Undang Hak Cipta. Dirjen KI Razilu menegaskan bahwa pemerintah terbuka untuk menerima masukan dan usulan dari para pemangku kepentingan dalam proses penyusunan revisi undang-undang yang saat ini sedang disiapkan oleh DPR.
“Jika aspirasi belum sepenuhnya terakomodir dalam regulasi yang ada, kami senantiasa membuka diri untuk menerima masukan dan usulan melalui proses revisi Undang-Undang Hak Cipta yang sedang disiapkan oleh DPR sebagai inisiator,” ujar Razilu pada gelar wicara bertajuk “Konstruksi Hukum Mengenai Pengelolaan Royalti Musik dan/atau Lagu” yang digelar di Kompas Institute, Jakarta, pada Senin, 28 Juli 2025.
Dalam forum ini, Dirjen KI memaparkan sejumlah isu krusial yang muncul dalam praktik pengelolaan royalti. Pertama, mengenai siapa yang wajib membayar royalti. Razilu menjelaskan bahwa dalam praktik selama lima tahun terakhir, seluruh pembayaran royalti untuk pertunjukan musik ditanggung oleh penyelenggara acara. Namun, wacana baru yang berkembang mempertanyakan kemungkinan kewajiban ini juga dibebankan pada pengguna lainnya, sehingga perlu penegasan ulang dalam revisi undang-undang.
Kedua, terkait penerapan direct licensing atau lisensi langsung. Razilu menyampaikan bahwa meski ada pihak yang mendukung koeksistensi sistem ini dengan pengelolaan kolektif, perlu dipikirkan bagaimana cara melindungi musisi yang tidak memiliki daya tawar tinggi. “Karena itu, gagasan pembentukan Pusat Data Direct Licensing (PDDL) muncul sebagai solusi potensial yang perlu dibahas lebih lanjut di tingkat legislasi,” ungkapnya.
Ketiga, DJKI tetap menekankan bahwa sistem pembayaran royalti satu pintu melalui LMKN adalah pilihan paling efisien dan adil. Mekanisme ini dinilai dapat mencegah fragmentasi, memastikan transparansi, serta menjamin hak para pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait secara merata.
Keempat, Dirjen juga menyoroti pentingnya keanggotaan para pencipta dan pemegang hak dalam Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) agar dapat menarik royalti secara sah. “Tanpa menjadi anggota LMK, proses penarikan royalti akan sulit bahkan mustahil dilakukan secara sistematis,” jelasnya.
Kelima, mengenai kewajiban meminta izin atas pemanfaatan musik secara komersial, Dirjen KI menegaskan bahwa jika pengguna menghadapi hambatan dalam proses perizinan, mereka dapat melaporkannya kepada LMK untuk kemudian difasilitasi oleh LMKN. Hal ini merupakan bagian dari jaminan pelindungan hukum bagi semua pihak dalam ekosistem musik.
Dekan Fakultas Hukum UI, Dr. Parulian Paidi Aritonang, turut menggarisbawahi pentingnya diskusi ini sebagai bagian dari kontribusi akademik terhadap pembentukan sistem hukum yang lebih sehat. “Saya berharap forum ini dapat menghasilkan risalah atau rujukan yang dapat digunakan oleh praktisi maupun senator di universitas dalam memperkuat ekosistem kreatif,” katanya.
Acara yang diinisiasi oleh ILUNI FH UI, Perfilma FH UI, dan Harian Kompas ini menjadi ruang penting untuk menyampaikan aspirasi langsung kepada pembuat kebijakan. DJKI menegaskan bahwa pelindungan kekayaan intelektual termasuk hak cipta musik merupakan pilar utama dalam pembangunan industri kreatif yang inklusif dan berkelanjutan.
Revisi UU Hak Cipta diharapkan dapat menjawab tantangan zaman sekaligus menjamin keadilan bagi seluruh pelaku industri dan penggunanya. DJKI menekankan bahwa pemerintah akan mengusulkan agar seluruh norma dalam UU Hak Cipta nantinya ditulis secara tegas, tidak multitafsir, dan tidak ambigu untuk para pekerja seni.
Diskusi ini turut dihadiri Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Agung Damarsasongko, Dewan Pengawas LMKN Chandra Darusman, Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Dharma Oratmangun, serta musisi nasional seperti Bunga Citra Lestari (BCL), Piyu, Sammy Simorangkir, dan Marcell Siahaan.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menghadiri pembukaan Rapat Koordinasi Pengendalian Kinerja Semester I Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum di BPSDM Hukum, Depok, dari tanggal 29 hingga 31 Juli 2025. Kegiatan diikuti oleh seluruh jajaran pimpinan tinggi madya dan pratama, termasuk kepala kantor wilayah dari seluruh Indonesia.
Selasa, 29 Juli 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan bahwa setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait. Hal ini berlaku meskipun pelaku usaha telah berlangganan layanan seperti Spotify, YouTube Premium, Apple Music, atau layanan streaming lainnya.
Senin, 28 Juli 2025
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Agung Damarsasongko menyampaikan hasil kajiannya terkait Rekonstruksi Pengelolaan Royalti Karya Cipta dan Pemanfaatan Ekonomi Ciptaan yang Tidak Diketahui Penciptanya (Orphan Works) di Indonesia. Kajian dilakukan menggunakan penelitian kualitatif yaitu melukiskan fakta-fakta dengan bahan hukum primer, sekunder dan tertier melalui pendekatan normative yuridis.
Sabtu, 26 Juli 2025
Selasa, 29 Juli 2025
Selasa, 29 Juli 2025
Senin, 28 Juli 2025