Nusa Tenggara Barat – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) melalui
Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa menengahi mediasi aduan sengketa
merek sarung tenun di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Mediasi yang berlangsung pada Kamis, 3 Februari 2022 di Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Provinsi NTB dipimpin oleh
Harniati selaku Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kemenkumham NTB,
Ahmad Rifadi selaku Kepala Koordinator Pencegahan dan Penyelesaian Sengketa, dan
Noprizal selaku Kepala Subkoordinator Penyelesaian Sengketa Alternatif.
Masalah ini berawal dari sengketa warisan keluarga Tenun Slamet Riyadi. Usaha
tersebut didirikan pada tahun 1967 oleh Ang Tjiu Diang atas nama Suriady. Ia menikah
dan memiliki 5 anak.
Susanto sebagai termohon ialah anak kedua Ang Tjiu Diang yang menjadi Warga
Negara Indonesia (WNI) pertama di antara keempat saudaranya. Susanto
mendaftarkan merek Tenun Slamet Riyadi atas nama pribadi pada tahun 2020. Hal ini
memicu sengketa karena Darnay Montana Ang, anak keempat Ang Tjiu Diang,
mempertanyakan alasan mengapa tidak tercantum namanya dan ketiga saudara
lainnya sebagai pemilik merek Tenun Slamet Riyadi.
Setelah diskusi yang berlangsung alot sejak pukul 08.30 hingga 19.30 WITA, akhirnya
mediasi mencapai titik terang. Baik termohon maupun pihak pemohon sepakat untuk
berdamai dengan solusi penggunaan merek secara bersama bagi kedua belah pihak.
Sebagai informasi, mediasi bertujuan untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa
Kekayaan Intelektual di bidang Merek. Permohonan ini sendiri dilakukan oleh Darnay
Montana Ang pada Selasa, 4 Januari 2022 terhadap termohon Susanto sebagai pemilik
sertifikat Tenun Slamet Riyadi.
“Kami berharap hadirnya DJKI sebagai mediator dapat menyelesaikan sengketa agar
ada kepastian hukum segera,” ungkap Harniati.
Harniati menganggap tim mediator DJKI akan memudahkan para pihak untuk
menyelesaikan sengketa di luar jalur hukum (alternative dispute resolution) karena
mediator bersifat netral tanpa memihak kepada masing-masing pihak yang bersengketa
sehingga dicari jalan tengah untuk keuntungan bersama (win-win solution).
“Penyelesaian sengketa alternatif merupakan pilihan untuk menyelesaikan perkara di
bidang kekayaan intelektual karena bersifat efisien, cepat, hemat waktu dan biaya,
serta berkepastian hukum,” tambah Rifadi.
(DES/KAD)